PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sayyid Qutub
merupakan salah satu mufassir kontemporer yang berusaha mensinergikan kekuatan
penafsiran dan kebutuhan zaman atas pencerahan. Kecerdasan yang diimbangi oleh
keteguhan iman membawa Sayyid Qutub pada ketajamannya menganalisa kondisi
zamannya terutama masyarakatnya agar tak terbawa pada arus materialisme. Kajian
tentang beliau semakin menarik tatkala ke-anti-baratannya bukan karena Sayid
Qutub tidak mengenali betul barat namun justru karena ia mengenyam pendidikan
di berbagai universitas barat dan berkunjung ke berbagai belahan dunia Amerika
maupun Eropa.
Pengalaman,
pendidikan, serta lingkungan dimana karakter Sayyid Qutub dibentuk sangat
mempengaruhi pemikiran radikalisme kekanananya. Karya-karyanya terutama dalam
bidang Tafsir sangat berpengaruh. Fi Dzilalil Qur’an adalah kajian Tafsir yang
belum tuntas dikaji oleh berbagai kalangan dan zaman. Karena ketajaman dan
ketegasan penafsirannya dalam menjawab tantangan dan penjajahan Barat terutama
pada masanya.
B.
Rumusan
Masalah
Kajian mengenai Sayid Qutub dan
juga karya-karyanya sangatlah luas, karenanya penulis akan membatasi kajian ini
pada dua garis besar yang akan dirumuskan sebagai berikut:
1.
Siapakah sebenarnya sosok Sayyid
Qutub?
2.
Bagaimanakah karya Tafsir Fi
Dzilalil Qur’an Sayid Qutub?
PEMBAHASAN
A.
Sekilas
tentang Sayyid Quthb
Nama lengkapnya adalah sayyid Quthb
Ibrahim Husain Syadzili. Lahir pada tanggal 09 Oktober 1906 di desa Musya,
dekat kota Asyru, Mesir atas. Quthb adalah seorang kritikus sastra, novelis,
pujangga, pemikiran Islam dan aktivis Islam Mesir paling terkenal pada abad
ke-20. Beliau adalah anak sulung dari lima bersaudara, dengan seorang saudara
laki-laki dan tiga saudara perempuan. Ayahnya bernama Al-Hajj Quthb Ibrahim,
seorang anggota al-Hizb al-Wathani (Partai Nasional), pimpinan Mushthafa Kamil.
Meskipun keadaan keuangan keluarga Quthb sedang menurun pada saat dia lahir,
keluarga ini tetap berwibawa berkat status ayahnya yang berpendidikan.
Quthb adalah anak yang cerdas, beliau mampu
menghafal seluruh al-Qur’an pada usia sepuluh tahun. Nama Sayyid Quthb begitu
akrab dengan gerakan Islam, memang tokoh ini amat popular dalam gerakan islam
di Mesir bernama al-Ikhwan al-Muslimun, bahkan kepopulerannya mengungguli tokoh
yang mendirikannya yaitu Hasan Al-Bana. Tulisannya yang menggebu mengandung
citra yang kuat tentang penyakit masyarakat Islam kontemporer dan idealisasi
iman melalui kata-kata teks suci.[1]
Quthb bersekolah di daerahnya selama 4 tahun.
Usia 13 tahun Quthb dikirim untuk belajar ke Kairo. Beliau lulus dari Dar
al-ulum dengan gelar S1 dalam bidang sastra. Pada tahun 1951 M ia mendapatkan
beasiswa dari pemerintah Mesir ke Amerika Serikat. Ia menenyam beberapa kampus
favorit: Stanford University di California, Greenly Collage di Colordo, dan
Wilson’s Teacher College di Washington.[2]
Sayyid Quthb adalah pemikir radikal sekaligus
aktifis yang militan dalam gerakan islam modern kontemporer. Pemikirannya telah
mempengaruhi para aktifis islam di berbagai dunia islam lainnya. Aktivitas dan
pemikirannya telah membawa Ikhwanal Muslimin kedalam kancah gerakan yang amat
diperhitungkan oleh rezim yang memerintah di mesir, sekaligus mengilhami
berdirinya cabang-cabang Ikhwan di berbagai Negara, karya di baca oleh banyak
kalangan, terutama para aktivis gerakan islam. Hampir semua karyanya berdimensi
politis dan memggerakan kebangkitan.[3]
Militansi dan idealismenya membawanya turut
aktif dalm gerakan Ikhwanul Muslimin. Hingga pada tahun 1945 saat Ikhwan
berlawanan dengan revolusi pemerintah maka Sayyid Quthb menjadi orang urutan
pertama yang ditangkap. Ia dan kelompoknya ditangkap dengan tuduhan akan
membunuh Abdun Nashir. Mereka kemudian disiksa dan dijatuhi hukuman 15 tahun
penjara.setelah 10 tahun menjalani hukuman, Abdus salam Arif, pemimpin Irak
pada tahun 1964 berupaya mendesak Abdu Nashir agar membebaskan sayid. Namun tak
lama seteah keluar penjara, Sayid di dakwa dengan tuduhan lain yang
mengharuskannya dan dua tokoh pergerakan lainnya di esksekusi. Yakni tuduhan
konspirasi atau kudeta penggulingan kekuasaan pemerintah Mesir saat itu. [4]Maka pada tahun 1965
Sayid dan Abdul Fatah Ismail serta M. Yusuf Hawassy di hukum gantung dengan
diiringi duka dari kaum muslim di berbagai belahan dunia. Perjuangan dan
keberaniaannya menyingkap kebenaran dan keadilan yang seharusnya ditegakkan di
negaranya mengispirasi jutaan umat Islam untuk bangkit melawan penjajahan dan
kebodohan.
a.
Pemikiran
kalam dan fiqh Quthb
Dalam
pandangannya dalan tentang Islam menyatakan bahwa agama Islam berkepentingan
untuk memacu pembaruan, peningkatan, dan pengembangan kehidupan. Beliau
berkepentingan untuk mendorong seluruh potensi manusia agar dapat berkreasi,
membesar dan meningkat. Selain itu Quthb juga berpendapat bahwa islam sama
sekali tidak mengingkari adanya kelemahan manusia , tetapi pada waktu yang sama
beliau juga menyatakan adanya kekuatan manusia, islam menuntut agar penganutnya
selalu memperbesar kekuatan seraya memperkecil kelemahan. Beliau ingin meningkatkan
dan memajukan harkat manusia, bukan menyetujui atau menghiasi kelemahan mereka.
Ia mengharuskan umatnya agar mengikis habis kelemahan itu bila memang
dirasakan.[5]
Adapun sikap
sayyid Quthb terhadap fiqh, beliau menyatakan bahwa kita sekali-kali tidak
terikat dan berpegang dengan fiqh Islam dalam menciptakan masyarakat Islam yang
kita idam-idamkan. Akan tetapi hanya terikat dengan syariat dan manhaj Islam
karena fiqh merupakan sesuatu yang terpisah dari zaman.[6] Lebih jauh dan
secara pasti apa aliran fiqh yang beliau anut, penulis belum menemukan
referensinya. Bagaimanapun sayyid Quthb sangat sepakat dengan terbukanya pintu
ijtihad termasuk dalam hal fiqh.
b.
Karya-karya
Sayyid Quthb
Karya-karya
beliu selain beredar di Negara-ngara islam, juga beredar dikawasan Eropa,
Afrika, Asia dan Amerika. Dimana terdapat pengikut-pengikut Ikhwanul Muslimin,
hamper dipastikan disana ada buku-buku Quthb, karna belliu adalah tokoh Ikhwan
terkemuka. Diantara karya-karyanya adalah:
1.
Fi Zhilalil Qur’an, cetakan pertama
juz pertama terbit oktober 1953.
2.
Ma’alim fith-thariq
3.
Asywak, terbit tahun 1947
4.
Muhimmatus Sya’ir fil hayyawa
syi’ir jailal-hadir, terbit tahun 1933
5.
As-salam al-islami wa al-islam,
terbit tahun 1951[7]
B.
Tafsir Fi
Zhilalil Qur’an
Pada mulanya penulisan tafsir oleh
Quthb dituangkan di majalah al-Muslimun edisi ke-3, Yang terbit pada Februari
1952. Quthb mulai menulis tafsir secara serial di majalah itu, dimulai dari surah al-fatihah dan di
teruskan dengan surah al-Baqarah dalam episode-episode berikutnya.[8]
Dalam pengantar tafsirnya, Quthb mengatakan bahwa hidup dalam nauangan
al-Qur’an itu suatu kenikmatan. Sebuah kenikmatan yang tidak di ketahui kecuali
oleh orang yang telah merasakannya suatu kenikmatan yang mengangkat umur
(hidup), memberkatinya dan menyucikannya. Quthb merasa telah mengalami
kenikmatan hidup di bawah naungan al-Qur’an itu, sesuatu yang belum dirasakan
sebelummya.[9]
Jadi judul Tafsir Sayyid Quthb merupakan
cermin pemikiran serta perasaannya akan al-Qur’an ketika beliau merasakan hidup
dibawah naungannya dan beliau hendak mengatakan kepada kita melalui judulnya
bahwa sesungguhnya ayat-ayat al-Qur’an mempunyai naungan yang rindang
dibalik makna-maknanya.[10]
a.
Tujuan penulisan
a)
Menghilangkan jurang yng dalam
antara kaum muslimin sekarang ini dengan al-Qur’an
b)
Mengenalkan kepada kaum muslimin
sekarang ini pada fungsi amaliyah harakiyah al-Qur’an.
c)
Membekali orang Muslim sekarang ini
dengan petunjuk amaliah tertulis menuju ciri-ciri Islami yang Qur’ani.
d)
Mendidik orang muslim dengn
pendidikan Qur’ani yang integral; membangun kepribadian yang Islam yang efektif
, menjelaskan karakteristik dan ciri-cirinya, factor-faktor pembentukan dan
kehidupannya.
e)
Menjelaskan ciri-ciri masyarakat
Islami yang di bentuk oleh al-Qur’an, mengenalkan asas-asas yang menjadi
pijakan masyarakat Islami, menggariskan jalan yang bersifat gerakan dan jihad
untuk membangunnya.[11]
b.
Sistematika
penulisan Tafsir
Dalam sistematika
penulisan Tafsirnya, Sayyid Quthb terlebih dahulu mengabstraksikan sekumpulan
ayat yang akan di tafsirkan. Lalu kemudian menerangkan ayat-ayat tersebut dan
memberinya sub-sub judul. Pengelompokan ayat-ayat dalam suatu penafsiran ini
dikarenakan masih terdapat munasabah antara ayat sebelum atau sesudahnya. Dalam
bahasa Fahd bin Abdurrahman ar-Rumi Sayyid Quthb memberikan suatu prolog yang menjelaskan tema
surat dan jawaban persoalan-persoalajnnya juga tujuannya. Lalu menjabarkan kata
perkata dan menomorduakan israiliyat.[12]
c.
Metode dan Sumber
penafsiran
Sayyid Quthb
mengambil metode penafsiran dengan Tahili/tartib mushafy. Sedangkan
sumber penafsiran terdiri dari dua tahapan yakni: mengambil sumber penafsiran
bil ma’tsur, kemudian baru menafsirkan dengan pemikiran, pendapat ataupun
kutipan pendapat sebagai penjelas dari argumentasinya.[13] Meskipun secara
garis besar Tafsir beliau termasuk bersumber pada bil ra’yi karna muatan
pemikiran social masyarakat dan sastra yang cenderung lebih banyak. Selain
kedua sumber tersebut, beliau juga mengambil referensi dari berbagai dsiplin
ilmu, yakni sejarah, biografi, fiqh, bahkan social, ekonomi, psikologi, dan
filsafat.
d.
Corak Tafsir
Fi Zhilalil
Qur’an masuk dalam kategori penafsiran dengan corak baru yang khas dan unik
serta langkah baru yang jauh dalam Tafsir serta memuat banyak sekali tema
penting --yang juga dimuat oleh para mufassir terdahulu-- serta menambahkan
hal-hal mendasar yang esensial. Karenanya Tafsir Fi zhilalil qur’an dapat dikategorikan
sebagai aliran (faham) khusus dalam Tafsir yang disebut “aliran Tafsir
pergerakan”. Ini disebabkan metode pergerakan –metode relistis serius—tidak ada
selain pada Zhilal.[14] Dengan kata lain,
sebagaimana para reformis sebelumnya, M. abduh maupun Rasyid Ridha corak yang
terdapat dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an juga mengandung unsur corak adaby
ijtima’I yakni sastra dan social kemasyarakatan.
e.
Karakteristik
Tafsir
Karakteristik yang menonjol yang dalam
penafsiran Sayyid Quthb ialah nuansa sastranya yang kental selain dari
konsep-konsep dan motivasi pererakan dan Hida’inya. Lebih jauh dari itu Sayyid
Quthb berusaha membumikan al-Qur’an melalui analog-analogi yang terjadi di
masyarakat saat itu. Perjuangan dan pembebasan dari segala tirani merupakan
sesuatu yang sudah seharusnya dilakukan umat Islam. Jadi ada satu pendekatan
dilakukan Sayyid Quthb dalam Tafsirnya yakni bagaimana sastra yang merupakan
unsur mukjizat al-Qur’an mampu mempengaruhi kaum Muslimin dan memotivasinya
untuk bangkit dan berjuang.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sayyid Quthb
lahir pada tanggal 09 Oktober 1906 di desa Musya, dekat kota Asyru, Mesir atas.
Sayyid Quthb adalah seorang ulama islam kontemporer dan juga aktivis yang turut
memperjungkan negararanya dari kalangan penjajah barat. Sayyid Quthb adalah
pemikir radikal sekaligus aktifis yang militan dalam gerakan islam modern
kontemporer. Pemikirannya telah mempengaruhi para aktifis islam di berbagai
dunia islam lainnya
Karya
Tafsirnya juga tak kalah berpengaruh yakni Fii Zhilalil Qur’an yang sebagian
besar terinspirasi dari kondisi sosiaal masyarakat pada masanya. Metode yang
digunakan ialah Ijmali dengan tartib mushafi. Sedangkan coraknya ialah adaby
ijtima’i. Adapun sumber penafsiran ialah bil ma’tsur dan bil ra’yi. Kemudan
sistematika pnulisan ialah dengan memberi prolog pada awal surat dan
mengelompokkan beberapa ayat yang berkaitan untuk kemudian diterjemahkan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Khalidi, Shalah Abdul Fatah. Pengantar
Memahami Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Penj: Salafuddin Abu Sayyid. Surakarta:
era Intermedia, 2001
Ar-Rumi, Fahd bin Abdurrahman. Ulumul
Qur’an, penj: amirul Hasan an M. Halabi, Yogyajarta: Titian Olahi Pres,
1996
Esposito, John L. Ansiklopedi Islam Modern, jilid 5.
Bandung: Mizan 2001
Ghofur, Saiful Amin. Profil Para Mufassir
al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008
Hidayat, Nuim. Sayyid Quthb Biografi dan
kejernian pemikirannya. Jakarta: Gema Insani 2005
Saefuddin, Didin. Pemikiran Modern dan
Post-Modern Islam. Jakarta: PT. Grasindo , anggota Ikapi 2003
Qardhawi, Yusuf, Ijtihad Kontemporer, penj: Abu Barzani,
surabaya: Risalah Gusti, 1995
[2] Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufassir
al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008, hal: 183)
[3] Didin saefuddin. Pemikiran Modeern dan
PostModern Islam ( Jakarta: PT. Grasindo , anggota Ikapi 2003), hal 111-112
[4] Shalah Abdul Fatah al-Khalidi, Pengantar
Memahami Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Penj: Salafuddin Abu Sayyid,
(Surakarta: era Intermedia, 2001, hal: 31-34)
[6] Yusuf Qardhawi, ijtihad Kontemporer,
penj: Abu Barzani, (surbaya: Risalah Gusti, 1995, hal: 173)
[7]Nuim Hidayat, Sayyid Quthb Biografi dan
kejernian pemikirannya. ( Jakarta: Gema Insani 2005), hal. 21-24
[10] Shalah Abdul Fatah al-Khalidi, Pengantar
Memahami Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Penj: Salafuddin Abu Sayyid, (Surakarta:
era Intermedia, 2001, hal: 116)
[11] Nuim Hidayat, Sayyid Quthb Biografi dan
kejernian pemikirannya. ( Jakarta: Gema Insani 2005), hal. 27-29
[12] Fahd bin Abdurrahman ar-Rumi, Ulumul
Qur’an, penj: amirul Hasan an M. Halabi, (Yogyajarta: Titian Olahi Pres,
1996, hal: 215-216)
[13] Shalah Abdul Fatah al-Khalidi, Pengantar
Memahami Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Penj: Salafuddin Abu Sayyid,
(Surakarta: era Intermedia, 2001, hal: 116)