Sabtu, 22 Oktober 2011

ANTARA MENGAGUMI DAN MENGHARAPKANNYA


Ada keterkaitan yang erat antara mengagumi dan mengharapkan.
Kekaguman menghalau segala prasangka negative yang dimiliki yang dikagumi, dan mengharapkannya berarti menafikan bahwa ia adalah yang sempurna dan tanpa cacat. Meskipun terkadang mengagumi berujung pada mengharapkannya, namun tidak semua  kakaguman menimbulkan hasrat untuk mengharapkannya. Sesekali kita terjebak pada dilema yang mbulet ini. Mengagumi orang, budaya, lifestyle, bahkan Negara menarik kita mengharapkan hal yang sama terjadi pada kita. Andai saja orang tersebut bisa bersama kita, andai saja budaya itu ada dikita, andai saja Negara kita semaju Negara itu. Kemudian timbullah harapan dan gerakan untuk menyamakan diri, karena harapan yang begitu besar akan yang dikagumi. Bahkan kadang sampai pada taraf terobsesi. Hmm, kalau sudah begini apapun dilakukan demi kesetaraan atas realita dari pengharapan tadi. Setelah semua terwujud dan kita menemui jalan buntu, barulah kita menyadari jatidiri kita yang sebenarnya bagaimana, atau mungkin masih bertanya-tanya mengapa konsepnya tidak coocok denganku, mengapa peraturan Negara ataupun budayanya tidaklah sebaik yang aku lihat di mereka?
Dimanakah kita? Jatidiri kita? Apakah segala kebaikan patut ditiru? Apakah segala arus kemajuan wajib diikuti?
Sesungguhnya, tanpa mengenal diri kita sebaik mungkin, kita mungkin akan tergiur kema’rufan yang ada pada orang, budaya dan Negara lain. Karenanya kita harus mengenal diri kita sebaik mungkin  maka karenanya kita akan mencapai puncak kebaikan yang memang mampu kita lakukan. Dan Tidak perlu meniru jika tak cocok dengan ke-siapa-an kita.

Sabtu, 15 Oktober 2011

AL Razi dan Karya Intelektual Tafsirnya


 BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia. Sebagai kalam Allah SWT, yang notabene berbeda dengan kalam manusia, tentu hanya Dialah satu-satunya yang paling mengerti maksudnya. Sebagai petujuk hidup, tentu manusia harus berupaya memahaminya dengan pemahaman yang mendekati pemiliknya.dalam konteks seperti inilah, tafsir atas ayat-ayat al-Qur’an diperlukan.
Tafsir al-Qur’an sebagai yang berfungsi menjelaskan kandungan al-Qur’an telah dimaknai dan berkembang demikian pesatnya sejak keterbukaan kaum Ulama muslim untuk melakukan Ijtihad terhadap berbagai hal tidak saja dengan dalil Naqli, hadits, qoulusshohabi namun juga dengan dalil Aqli. Al-razi merupakan salah seorang mufassir yang hidup pada masa kejayaan Islam dan berusaha menafsirkan al-Qur’an dengan logika dan keilmuan yang pada masa itu. Ia menyingkap substansi atau ruh al-Qur’an tidak hanya dari sisi kebahasaan namun juga hikmah dan pelajaran dari berbagai sisi ilmu pengetahuan, seperti dalam Tafsirnya Mafatih al-ghaib.
Begitu besar sumbangsih yang ditorehkan oleh beliau dalam kaitannya penafsiran dan dasar-dasar disiplin sains. namun para Ulama mengomentari Tafsir al-Razi tersebut “didalamnya terdapat segala sesuatu kecuali Tafsir”. Penulis berpendapat ini hanya karena disiplin ilmu yang belum di spesialisasi secara pasti saja pada masa beliau. Bagaimanapun dunia Islam perlu mengapresiasi al-razi karena uasahanya menafsirkan al-Qur’an yang menurut beliau relevan dengan zamannya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana biografi Al-Razi?
2.      Bagaimana penulisan Tafsir Mafatih al-Ghaib karya Al-Razi?


BAB II
PEMBAHASAN
AL Razi dan Karya Intelektual Tafsirnya

A.      Biografi Al-Razi
Al-Razi merupakan sosok Inteketual Islam yang hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah. Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Umar bin Husain bin al-Hasan bin Ali Al-Quraisyi At-Taini Al-Bakri Ath-Thabrastani al-Razi dan ia mendapat gelar Farkruddin, tapi masyhur juga dengan nama Ibnu Al-Khatib. Al-Razi dilahirkan pada tanggal 15 Ramadhan 543H /1149 M di Ray.[1] Orang tuanya adalah salah seorang Imam Umat Islam, yang unggul dalam ilmu kalam, dan memiliki sebuah kitab bernama غاية المرام  yang terdiri dari 2 jilid.
Masa kecilnya dibawah asuhan orang tuanya, dia tekun belajar pada orang tuanya, dia terpengaruh orang tuanya, maka pandanganya dengan banyak hal sama dengan orang tuanya. Dia kagum sama orang tuanya sehingga dia banyak mengutip perkataan orang tuanya.[2] Ayahnya bernama Dhiya’uddin Umar yang lebih terkenal dengan nama Khatib ar-Rayy. Karenanya ia juga menyandang gelar “Ibnu Khatib ar-Rayy”. Ia banyak belajar keilmuan Islam dari sang ayah hingga akhir hayatnya.
Ia lahir dikalangan penganut madzhab Syafi’i dalam fiqh, dan aliran Asy’ary dalam teologi.[3] Ia berguru dengan berbagai guru di berbagai tempat. Ia belajar sampai pada di Khawarizmi dan Khurasan. Nama gurunya diaantaranya ialah Al-Baghawi, Al-Kamal as-Sam’ani, al-Majdi al-Jaili, dan banyak lagi Ulama yang sezaman dengan mereka. Konon, Al-Razi mempunyai daya ingatan yang kuat hingga mampu menghafal diluar kepala risalah teologi asy-Syamil Fi Ushuliddin, karya Imam Al-Haramain (Abu Al-Ma’ali al-Juwaini). Matarantai guru-gurunya dalam fiqh dan sampai pada Imam Syafi’i, sedang teologi sampai pada Imam al-Asy’ary.[4]
Setelah mengauasai filsafat dan kalam dan ilmu-ilmu Islam lainnya, al-Razi berkelana ke Bukhara, Khawarizm dan Mawara an-Nahar (Transoksiana), Asia Tengah dan berdiskusi dengan para cendekiawan lokal. Al-Razi memperoleh popularitas berkat kepakaran dan kefasihan berpidato dengan bahasa Arab dan Persia. Para cendekian dari berbagai daerah mengunjungi diskusi-diskusi keilmuannya.[5]
Al-Razi mengungguli para pakar pada zamannya dalam ilmu religius dan duniawi. Dalam bidang filsafat, ia banyak dipengaruhi oleh karya-karya Muhammad Ibnu Zakariya ar-Razi, Al-Farabi, Ibnu Sina dan Imam al-Ghazali. Al-Razi berjasa besar terhadap Umat melalui buku-buku yang ditulisnya secara jelas dan tepat tentang beragamnya ilmu pengetahuan. Ia mempopulerkan filsafat, kalam, mantiq, fiqih, Ushul Fiqh melalui pemaparannya yang rasional dan mudah dalam bahasa Arab dan Persia. Kitab Tafsirnya, meskipun dikritik “memuat segala sesuatu kecuali Tafsir”, telah memungkinkan orang-orang mengapresiasikan berbagai pandangan dari Mu’tazilah, para Filosof dan sekte-sekte Islam lainnya yang sebenarnya tidak berbenturan dengan keyakinan kita.[6]
Murid Al-Razi sangatlah banyak sehingga ia mempunyai murid yang berkhadam/mengabdikan diri turut disampingnya sekitar 300 orang. Karangannya mencapai 200 kitab.[7] Dan diantara karya-karyanya yang populer hingga kini ialah:
-                      Mafatuhul Gaib (Tafsir Qur’an),
-                      Asrarut Tanzil wa Anwarut Ta’wil (Tafsir Qur’an,
-                      Ihkamul Ahkam,
-                      Al-Muhassal fi Usulil Fiqh,
-                      Al-Burhan fin Qira’atil Qur’an,
-                      Durratut Tanzil wa Gurratut Ta’wil fil Ayaatil Mutasyabihat,
-                      Syarhul Isyarat wat Tanbihat li Ibn Sina,
-                      Ibtalul Qiyas,
-                      Syarhul Qanun li Ibn Sina,
-                      Ta’jizul Falasifah
-                      Risalatul Jauhar
-                      Risalatul Hudus
-                      Kitab Al-milal Wan Nihal
-                     Muhassalu Afkari Mutaqaddimiin Wal Muta’akhiriin minal Hukamaa’ Wal   Mutakallimiin Fi ‘Ilmil Kalam dan
-                      Syarhul Mufassal Liz Zamakhsyari.
Dan banyak lainnya. Al-razi wafat di Harat pada usia 63, Tahun 606 H/1210M.[8] Al-razi melahirkan karya-karya luar biasa dalam berbagai disiplin Ilmu yang masih dikaji hingga kini, terutama dalam bidang Tafsir. kitabnya dibukukan pertama kali tahun 603 H. Yang terdiri dari 32 juz dalam 16 jilid.[9]
B.  Penulisan Tafsir karya AL-Razi
Begitu banyak karya-karya dan sumbangsih dalam keilmuan baik dibidang keislaman dan juga ilmu pengetahuan eksak. Diantara karya al-Razi yang terkenal dalam bidang Tafsir ialah kitab Tafsir Mafatih al-Ghaib.
1)        Maksud dan motivasi pebulisan Tafsir al-Ghaib
Adapun maksud dan motivasi dari tafsir mafatih al-Ghaib, al-razi berusaha menyingkap hal-hal yang ghaib (substansi/ruh/makna) yang terkandung didalam al-Qur’an. Yang antara lain:
-          Pertama, menjaga dan membersihkan al-Qur’an beserta segala isinya dari kecenderungan-kecenderungan yang rasional, tetapi justru dengan itu diupayakan bisa memperkuat keyakinan terhadapnya (al-Qur’an);
-          Kedua, pada sisi lain, ar-Razi meyakini pembuktian eksistensi Allah dengan dua hal, yaitu “bukti terlihat” dalam bentuk wujud kebendaan dan kehidupan, serta “bukti terbaca” dalam bentuk al-Qur’an al-Karim. Apabila kita merenungi hal yang pertama secara mendalam, maka kita akan semakin memahami hal yang kedua, menurutnya lebih lanjut. Karena itu, dia merelevansikan antara keyakinan ilmiah dengan kebenaran ilmiah dalam tafsirnya;
-          Ketiga, ar-Razi ingin menegaskan bahwa sesungguhnya studi balaghah dan pemikiran bisa dijadikan sebagai materi tafsir, serta digunakan untuk menakwil ayat-ayat al-Qur’an, selama berdasarkan kaidah-kaidah madzhab yang jelas, yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah.[10]

2)   Tujuan Tafsir al-Razi
Dalam penafsirannya al-Razi banyak membicarakan dalil-dalil dalam pembahasan-pembahasan tentang Tuhan. Ia menentang aliran Mu’tazilah dan aliran-aliran yang dianggap sesat lainnya dengan argumentasi yang kuat dan bukti yang urgen. Selain itu al-Razi menolak tuduhan-tuduhan orang yang mengingkari agama dengan uraian yang jelas.[11]
Berikut merupakan poin-poin penting diantara tujuan dari Tafsirnya yaitu:
1.      Mempertahankan al-Qur’an dan membenarkan semua yang ada dalamnya berdasarkan pandangan logika (akal ) dan mendukung dalil-dalil al-Qur’an dalam masalah akidah dengan dalil akal, menjawab dan membantah orang yang ragu terhadap al-Qur’an sehingga tidak ada lagi seorangpun yang ragu bahwa al-Qur’an itu datangnya dari Allah.
2.      Dari sisi lain, al-Razi yakin bahwa Allah memiliki dua alam yaitu alam yang bisa dilihat, seperti , ada fenomena alam padat (mati) dan hidup, dan alam yang kita baca yaitu al-Qur’an. Ketika kita mendalami alam yang pertama, maka kita akan bertambah faham terhadap alam kedua, untuk itu dia menerapkan keyakinan ilmiahnya dalam tafsirnya.dia dapat mengalahkan seluruh hakikat ilmiah yang di kenal pada zaman itu, untuk menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an.
3.      Al-Razi menamakn bahwa studi ilmu balagah dan akal dari segi keberadaanya merupakan materi untuk tafsir dan menggunakannya dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, meski memihak pada prinsip-prinsip mazhab tertentu. Dan dia menemukan bahwa untuk mencapai dan memenangkan satu pemikiran menggunakan cara-cara mazhab lain. Meskipun dia berada di lingkungan para mufassir mu’tazilah seperti, abu qasim al-balkhi, abu bakar al-asham dll, ketika dia ingin melepaskan ikatan ini, di harus mengikuti uslub (cara-cara) yang mereka gunakan, walaipun dia bukan kelompok mereka, bahkan dia sebenarnya mengenut ahli sunnah wa al-jama’ah. Inilah mungkin yang menjadi faktor-faktor yang mungkin menjadi tujuanya dalam menyusun tafsir dan yang untuk membela dan mendalami ajaranya.[12]

3)   Metode, Sistematika Penulisan, corak dan karakteristik Tafsir al-Razi
Penulisan dalam Tafsir ini ialah menggunakan metode Tahlily. Tafsir Al-Razi banyak membahas masalah ketuhanan atau Ilmu Kalam, ilmu alam dan kosmografi. Disamping itu al-Razi juga mengemukakan pendapat-pendapat para Ahli Fiqh. Walaupun sesungguhnya sebagian besar Ulama berpendapat bahwa hal tersebut tidak diperlukan dalam Ilmu Tafsir.
Dengan demikian banyak Ulama yang berpendapat bahwa Tafsirnya justru menjadi ensiklopedi Ilmiah tentang teologi, kosmologi dan fisika sehingga ia kehilangan relevansinya sebagai Tafsir al-Qu’an.[13]

4)   Corak Penafsiran al-Razi
corak penafsiran al-razi sangat didominasi oleh ilmu-ilmu rasional, seperti kedokteran, logika, filsafat, dan hikmah.[14] Sumber penafsiran al-Razi ialah bil-Ra’yi karena banyak didominasi denga ilmu logika dan ilmu pengetahuan. Ini menjadikan karakteristik dalam penafsiran al-Razi bercirikan argumentasi ilmiah maupun logis terutama mengenai ayat-ayat ketuhanan dan alam.

5)   Sistematika Penulisan Tafsir al-Razi
Adapun sistematika penulisan Tafsir al-Razi, yaitu menyebut nama surat, tempat turunnya, bilangan ayatnya, perkataan-perkataan yang terdapat didalamnya, kemudian menyebut satu atau beberapa ayat, lalu mengulas munasabah antara satu ayat dengan ayat sesudahnya, sehingga pembaca dapat terfokus pada satu topik tertentu pada sekumpulan ayat. Namun al-Razi tidak hanya munasabah antara ayat saja, ia juga menyebut munasabah antar surat.
Setelah itu al-Razi mulai menjelaskan masalah dan jumlah masalah tersebut, misalnya ia mengatakan bahwa dalam sebuah ayat al-qur’an terdapat beberapa masalah yang jumlahnya mencapai sepuluh atau lebih, lalu menjelaskan masalah-masalah tersebut dari sisi nahwunya, ushul, sabab al-nuzul, dan perbedaan qira’at dan lain sebagainya.
Sebelum ia menjelaskan suatu ayat, al-Razi terlebih dahulu mengungkapkan penafsiran yang bersumber dari Nabi, Sahabat, tabi’in ataupun memaparkan masalah nasikh dan mansukh, bahkan jarh wa ta’dil.barulah ia menafsirkan ayat disertai argumentasi ilmiahnya dibidang ilmu pengetahuan, filsafat, ilmu alam maupun yang lain.[15]
6)   Sumber dan referensi Tafsir al-Razi
Sebelum merujuk pada penafsirannya, al-razi terlebih dahulu menafsirkan ayat dengan penasiran Nabi saw, sahabat, tabi’in baru kemudian ia berijtihad dengan pemikiran dan keilmuan dari segala bidang yang ia kuasai.
Dalam penafsiran mengenai bahasa Arab, al-Razi merujuk kitab  الزجاج فى معانى القرأن  dan merujuk al-Farra’, Mubarrad dan غريب القرأن  karya Ibnu Qutaibah. Dalam Tafsir bil ma’tsur ia merujuk pada Ibnu Abbas,karena dia mengutip dari ibn Abbas makna kalimat dan makna secara umum, dan mengutip dari mujahid, Qatadah, al-Sady, Said bin Jabir, al-Thabari padaالبيان  جامع ,al-Tsa’labi pada الكشف والبيان  dan para perawi  dari Nabi, sahabat dan Tabi’in.
Sedangkan dalam Tafsir bil-Ra’yi dia merujuk pada Abu Ali al-Juba’i, Abu Muslim al-Asfihani, al-Qadhi Abdu al-Jabbar, Abu Bakar al-Asham, Ali Ibn Isa al-Ramani, al-Zamakhsyari, dan di anatara para  mufassir yang banyak mempengaruhinya adalah al-Naisyaburi pada kita  القرأن غرأب  dan al-Baidhawi pada kitab التنزلانوار dan al-Alusi pada kitabالمعاني  روح dan al-Qasaimi pada kitabالتأول  محاسن dan Saayid Muhammad Rasyid Ridha pada kitab المنار dan al-Thabathabai’ pada kitabن  المزا .[16]

7)   Contoh Tafsir al-Razi
4ym÷rr&ur y7/u n<Î) È@øtª[$# Èbr& ÉσªB$# z`ÏB ÉA$t6Ågø:$# $Y?qãç/ z`ÏBur ̍yf¤±9$# $£JÏBur tbqä©Ì÷ètƒ ÇÏÑÈ
§NèO Í?ä. `ÏB Èe@ä. ÏNºtyJ¨W9$# Å5è=ó$$sù Ÿ@ç7ß Å7În/u Wxä9èŒ 4 ßlãøƒs .`ÏB $ygÏRqäÜç/ Ò>#uŽŸ° ì#Î=tFøƒC ¼çmçRºuqø9r& ÏmŠÏù Öä!$xÿÏ© Ĩ$¨Z=Ïj9 3 ¨bÎ) Îû y7Ï9ºsŒ ZptƒUy 5Qöqs)Ïj9 tbr㍩3xÿtGtƒ ÇÏÒÈ
Artinya:  Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia",
Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang Telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.
Dalam ayat diatas,terdapat beberapa persoalan menurut al-razi, yang pertama, dalam firman yang berbunyi wa auha robbuka ilannahli ada yang mengatakan: wahya dan auha bermakna ilham. Yang dimaksud dengan ilham ini ialah bahwa Allah SWT telah menetapkan pada diri lebah, aktivitas-aktivitas yang menakjubkan, yang bahkan tidak sanggup dilakukan oleh manusia yang berakal sekalipun. Yaitu, pertama, lebah-lebah tersebut mampu membangun rumah segienam, dengan ruas yang sama antara satu sama lain, hanya dengan cetakannya, sementara manusia yang berakal saja tidak mungkin membangun rumah seperti rumah tersebut, kecuali dengan peralatan dan perkakas.
kedua, bahwa sudah diakui berdasarkan tata arsitektur andaikan rumah-rumah lebah tersebut berbentuk selain segienam tentu disela-sela rumah tersebut dibutuhkan lubang bebas hambatan yang sempit. Namun kalau rumah-rumah tersebut berbentuk segi enam, maka disela-selanya tidak perlu lubang sempit. Hewan-hewan tersebut memberikan petunjuk tentang adanya hikmah tersembunyi, detail dan lembut, yang merupakan bentuk keajaiban.
Ketiga, lebah-lebah tersebut, terdapat satu pemimpin. Dan pemimpin tersebut ialah lebah yang memiliki tubuh paling besar. Ia bertugas menjalankan kekuasaan terhadap yang lain. Yang lain mereka, yang lain, akan membantu dan memikulnya ketika ada angin kencang.semuanya itu juga merupakan bentuk keajaiban.
Keempat, lebah-lebah tersebut, bila diusir dari sarngnya, maka mereka pergi bersama yang lain,secara kompak ketempat lain. Bila mereka ingin kembali kesarangnya, mereka menyembunyikan tambur, alat-alat permainan dan musik, ini juga merupakan sesuatu yang menakjubkan. Hewan ini sangat istimewa, menakjubkan cerdik dan pandai, adanya bentuk-bentuk kepandaian ini karena ilham. Yaitu, tentu saja kondisi yang hampir serupa dengan wahyu.[17]













BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
·         Al-Razi merupakan sosok Inteketual Islam yang hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah. Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Umar bin Husain bin al-Hasan bin Ali Al-Quraisyi At-Taini Al-Bakri Ath-Thabrastani al-Razi dan ia mendapat gelar Farkruddin, tapi masyhur juga dengan nama Ibnu Al-Khatib. Al-Razi dilahirkan pada tanggal 15 Ramadhan 543H /1149 M di Ray.
·         Penulisan dalam Tafsir ini ialah menggunakan metode Tahlily. Tafsir Al-Razi banyak membahas masalah ketuhanan atau Ilmu Kalam, ilmu alam dan kosmografi dan keilmuan lain sebagainya. Al-Razi merelevansikan antara keyakinan ilmiah dengan kebenaran ilmiah dalam tafsirnya.

B.     Saran dan Kritik
Demikianlah uraian makalah yang dapat kami sampaikan dalam makalah ini. Kami meyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini, karenanya  saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan, baik dari kalangan pembaca dan juga Ibu dosen untuk penyempurnaan makalah ini.








DAFTAR PUSTAKA

Anshori, Tafsir Bil Ra’yi, Jakarata: Gaung Persada Press, 2010
al-Muntasib, Abdul Majid Abdussalam. Ittijahat at-Tafsir Fi al-Ashari ar-Rahiim, Penj: Maghfur,Muhammad Wahid. Visi dan  Paradigma Tafsir al-Qur’an Kontemporer, 1997
al-Qattan, Manna’. Mabahist Fi Ulumil Qur’an, Penj: Annur Rofiq el-Mazni, Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2006
Ali ash Shobuni, Muhammad. At-Tibyan fi ‘Ulumil Qur’an, penj: Nur, Qodirun. Jakarta: Pustaka amani, 2001
Mahmud, Mani’ Abdul Halim. metodologi: kajian komprehensif para Ahli Tafsir,  Penj: Faisal Saleh dan Syahdianor, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2006
ar-Razi, Fakhruddin. Imam Razi’s Ilm Akhlaq, penj: Zaeni, Mukhtar. Dkk, dengan judul buku Ruh dan Jiwa Tinjauan Filosofis dalam Prespektif Islam, Surabaya: Risalah Gusti: 2000
Ghafur, Saiful Amin. Profil Para Mufassir al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Insani Madani: 2008


[1] Saiful Amin Ghafur, Profil Para Mufassir al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Insani Madani: 2008, Hal: 82
[2] Anshori, Tafsir Bil Ra’yi, Jakarata : Gaung Persada Press, 2010, hal.99
[3] Fakhruddin ar-Razi, Imam Razi’s Ilm Akhlaq, penerjemah H. Mukhtar Zaeni dkk dengan judul buku Ruh dan Jiwa Tinjauan Filosofis dalam Prespektif Islam, Surabaya, Risalah Gusti: 2000, Hal: 3
[4] Ibid ... hal: 4
[5] Ibid ... hal: 5
[6]  Ibid ... hal: 6-7
[7]  Mani’ Abdul Halim Mahmud, metodologi: kajian komprehensif para Ahli Tafsir,  Penerjemah: Faisal Saleh dan Syahdianor, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2006, hal: 321,
[8] Manna’ Khalil Al-Qattan, Mabahits Fi Ulum al-Qur’an, penj: Mudzakkir dengan judul buku Study ilmu-ilmu al-Qur’an, jakarta: PT. Pustaka Litera Antarnusa, 1998, hal: 529
[9] Anshori, Tafsir Bil Ra’yi, Jakarata : Gaung Persada Press, 2010, hal.101
[11] Muhammad Ali ash Shobuni, At-Tibyan fi ‘Ulumil Qur’an, penj: M. Qodirun Nur, Jakarta: Pustaka amani, 2001, hal: 317
[12] Anshori, Tafsir Bil Ra’yi, Jakarata : Gaung Persada Press, 2010, hal.103
[13] Manna’ al-Qattan, Mabahist Fi Ulumil Qur’an, Penj: Annur Rofiq el-Mazni, Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2006, hal:
[14]  Ibid ...
[15] Anshori, Tafsir Bil Ra’yi, Jakarata : Gaung Persada Press, 2010, hal; 104-105
[16] Anshori, Tafsir Bil Ra’yi, Jakarata : Gaung Persada Press, 2010, hal.103-104
[17]Terjemah Ittijahat at-Tafsir Fi al-Ashari ar-Rahiim, Penerjemah, Muhammad Maghfur Wahid, Visi dan  Paradigma Tafsir al-Qur’an Kontemporer, 1997, Bangil: Alizzah, hal.265-266

KOMPATIBILITAS SISTEM DEMOKRASI DI INDONESIA DENGAN TEKS AL-QUR’AN

Oleh : Lutfiyatun Nakiyah PENDAHULUAN A.   Latar Belakang Sistem politik pemerintahan berkembang demikian pesatnya dari masa...