Ada keterkaitan yang erat antara mengagumi dan
mengharapkan.
Kekaguman menghalau segala prasangka negative yang
dimiliki yang dikagumi, dan mengharapkannya berarti menafikan bahwa ia adalah
yang sempurna dan tanpa cacat. Meskipun terkadang mengagumi berujung pada
mengharapkannya, namun tidak semua
kakaguman menimbulkan hasrat untuk mengharapkannya. Sesekali kita
terjebak pada dilema yang mbulet ini. Mengagumi orang, budaya, lifestyle,
bahkan Negara menarik kita mengharapkan hal yang sama terjadi pada kita. Andai
saja orang tersebut bisa bersama kita, andai saja budaya itu ada dikita, andai
saja Negara kita semaju Negara itu. Kemudian timbullah harapan dan gerakan
untuk menyamakan diri, karena harapan yang begitu besar akan yang dikagumi.
Bahkan kadang sampai pada taraf terobsesi. Hmm, kalau sudah begini apapun
dilakukan demi kesetaraan atas realita dari pengharapan tadi. Setelah semua
terwujud dan kita menemui jalan buntu, barulah kita menyadari jatidiri kita
yang sebenarnya bagaimana, atau mungkin masih bertanya-tanya mengapa konsepnya
tidak coocok denganku, mengapa peraturan Negara ataupun budayanya tidaklah
sebaik yang aku lihat di mereka?
Dimanakah kita? Jatidiri kita? Apakah segala kebaikan
patut ditiru? Apakah segala arus kemajuan wajib diikuti?
Sesungguhnya, tanpa mengenal diri kita sebaik
mungkin, kita mungkin akan tergiur kema’rufan yang ada pada orang, budaya dan
Negara lain. Karenanya kita harus mengenal diri kita sebaik mungkin maka karenanya kita akan mencapai puncak
kebaikan yang memang mampu kita lakukan. Dan Tidak perlu meniru jika tak cocok
dengan ke-siapa-an kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar