PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Orientalisme bukanlah faham atau kelompok baru.
Kajian ketimuran
ini telah lama berlangsung dan terus berlangsung hingga kini. Banyak pemikiran,
penemuan yang didapat para orientalis dalam upayanya melemahkan dan menguasai
dunia Timur khususnya Islam. Karenanya pemahaman tentang pengertian, akar
sejarah serta objek penelitian ini sangatlah diperlukan. Bukan saja orientalis
mampu mewarnai faham ke-Islaman dari sudut pandang Barat namun juga untuk
menempatkan lagi posisi pemahaman tentang dunia Timur dalam sudut pandang ke-Timuran
itu sendiri. Karena banyak faham yang akhirnya menyesatkan umat Islam dalam
keislamannya ataupun sekedar memperkaya sudut pandang pemahaman. Penulis
melihat hal ini sebagai sebuah entitas Islam yang sudah perlu untuk dimurnikan
lagi.
Fakta menunjukkan penelitian tentang dunia Timur
yang secara meluas dan upaya untuk sebaliknya meneliti dunia Barat belum cukup
signifikan dalam upayanya membangkitkan semangat ke-timuran khususnya dari
dunia Islam, ini
sangat disayangkan. Inilah yang menjadi titik balik dari perlunya mahasiswa
Islam untuk mengkaji dan meneliti orientalisme.
- Rumusan masalah
Karena
keluasan materi yang akan dikaji yakni tentang orientalisme, maka penulis akan
merumuskan pembahasan menjadi 3 fokus kajian:
- Apa pengertian orientalisme?
- Bagaimana sejarah kemunculan orientalisme?
- Sebatas mana cakupan ruang lingkup orientalisme?
PEMBAHASAN
- Pengertian Orientalisme
Orientalisme
secara bahasa berasal dari kata orient, bahasa Prancis, yang berarti
timur, lawan kata dari occident yang berarti barat.[1]
Pengertian orientalisme menurut H.M.
Joesoef sou’yb tidak jauh berbeda namun beliau menjabarkan yaitu bahwa orientalisme
secara geografis berarti dunia belahan timur dan secara etnologis berarti
bangsa-bangsa di Timur. Kata oriental adalah sebuah kata sifat yang
berarti hal-hal yang bersifat Timur, yang sangat luas ruang lingkupnya meliputi
bahasa, agama, kebudayaan, sejarah, ilmu bumi, etnografi, kesusasteraan dan
kesenian yang berasal dari Timur sebagaimana ditambahkan oleh Abdul Haq Adnan
Adifar. Isme (Belanda: isme, Inggris: ism) sendiri
menunjukkan pengertian tentang suatu faham. Kesimpulannya orientalisme berarti suatu
faham atau aliran yang berkeinginan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan
bangsa-bangsa di Timur beserta lingkungannya.[2]
Ahmad Hanafi
mengemukakan bahwa “orientalis adalah segolongan sarjana barat yang
mendalami bahasa dunia Timur dan kesusasteraannya, dan mereka yang menaruh
perhatian besar terhadap agama-agama dunia Timur, sejarahnya, adat istiadatnya,
dan ilmu-ilmunya.”[3]
- Sejarah Orientalisme
Husain
Haikal berpendapat bahwa penyebab atau awal mula orientalisme ialah karena
pergesekan orang Islam dan Romawi dalam perang Mut’ah dan perang Tabuk karena
pada saat itu orang Islam sedang bermusuhan secara politik. Sedangkan sebagian
lainnya menulis bahwa orientalisme lahir sebagai akibat dari perang salib atau
ketika dimulainya pergesekan politik dan agama antara Islam dan Kristen di
Palestina. Terutama pada masa pemerintahan Nuruddin Zanki dan Shalahuddin
al-Ayubi dan terus berlanjut pada masa al-Adil. Kekalahan beruntun yang
ditimpakan Islam terhadap pasukan salib inilah yang memunculkan kekuatan baru
yakni mengkaji Islam dari sisi agama maupun budaya agar dapat membalas
kekalahannya. Sebagian lainnya berpendapat bahwa orientalisme muncul pada
peperangan berdarah antara umat Islam dan Kristen di Andalusia setelah Alfonso
VI mampu menaklukkan Toledo pada tahun 488 H (1085 M). Lahirlah gerakan tobat
dan penghapusan dosa yang berpusat di Kluni dan dipimpin oleh Santo Peter the
Venerable dari Prancis. Lalu lahirlah
gerakan Kristen Spanyol dan menetapkan Kristen Katholik Romawi sebagai agama
yang benar.
Sebagian
lagi berpendapat bahwa orientalisme lahir karena kebutuhan barat menolak Islam
dan untuk mengetahui penyebab kekuatan umat Islam terutama setelah jatuhnya
Konstantinopel pada tahun 857 H (1453 M). Meski di kalangan teologi
orientalisme lahir akibat kebutuhan dalam memahami intelektualitas Semit
kaitannya dengan Taurat dan Injil.[4]
Hubungan dunia
barat dengan dunia timur ini sendiri sebenarnya telah dimulai sejak masa
kejayaan Islam karena pada waktu itu orang-orang barat berbondong-bondong untuk
belajar segala ilmu pengetahuan dan kebudayaan dunia Timur, khususnya Islam.
Hal ini terjadi sekitar abad ke-X Masehi.[5]
Setidaknya terdapat dua fase dalam penyelidikan terhadap dunia timur yang digencarkan
oleh para orientalis, yaitu:
1. Mempelajari,
mendalami ilmu-ilmu yang dimiliki oleh kaum muslimin berupa ilmu kedokteran,
ilmu teknik, ilmu matematika, ilmu astronomi, dan ilmu-ilmu yang lainnya dalam
bahasa Arab untuk kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa latin yang merupakan
bahasa ilmu pengetahuan dan kesusasteraan
pada waktu itu. Pelopornya ialah para pemuka agama Masehi dibantu dengan
orang-orang Yahudi.[6]
2. Mempelajari
bahasa-bahasa dunia Timur terutama bahasa Arab beserta kesusasteraannya.[7]
Gerakan
penerjemahan besar-besaran didukung juga oleh para penguasa saat itu,
diantaranya Frederick II, Raja Sicilia (1250), Alfonso, Raja Castile, selama
berabad-abad sampai pada abad XVII M. Gerakan penerjemahan seperti ini juga pernah
dilakukan oleh khalifah Al-Ma’mun yang pernah menerjemahkan sebagian besar
kitab-kitab karya orang Yunani ke dalam bahasa Arab. Berita penerjemahan
tersebut mulai tersebar luas di kalangan Raja-raja Eropa sehingga mereka turut
andil dalam mendorong penerjemahan ini. Orang yang diduga melakukan
penerjemahan awal adalah Paus Silverster II (999-1003), kemudian Hermann de
Dalmatian (w. 1054) dan diikuti oleh Konstantin de African. Pada abad ke-XII
Toledo menjadi pusat kemajuan ilmu pengetahuan Islam di Andalus. Para ahli
penerjemah ke dalam bahasa latin yang terkenal di Toledo diantaranya Raymond
yang menerjemahkan buku-buku tentang ilmu hitung, astronomi, kedokteran,
filsafat dan sebagainya yang merupakan hasil karya sarjana-sarjana Islam
seperti al-Farghani, Abu Ma’syar, al-Kindi, Ibnu Jabarul dan al-Ghazali. Begitu
juga Plato of Tivoli, Adelard of Bath, John of Seville,dan lain-lain. Bahkan
Gerard of Gremona mampu menerjemahkan kurang lebih 80 macam buku yang meliputi
ilmu manthiq, filsafat, matematika, astronomi, fisika, kimia, dan lain-lain
baik yang berasal dari Yunani maupun karya sarjana-sarjana Islam seperti al-Farabi,
Tsabit ibnu Qurrah, Putra Musa bin Syakir, al-Khawarizmi, al-Kindi.
Dari
sekian pendapat penulis sendiri berpendapat bahwa kajian tentang dunia Timur
telah muncul sejak masa kejayaan Islam dan zaman kegelapan Barat terhadap bidang
Ilmu Pengetahuan, karena sejak itu barat telah mulai mempelajari dunia Timur
terutama Islam untuk berbagai kebutuhan serta kepentingan. Terlepas dari upaya
propaganda dan provokasi dibalik usaha untuk mengkaji dunia Islam upaya
orientalis dalam meneliti dunia Timur turut memperluas dan memperkenalkan dunia
Timur secara keseluruhan. Karenanya pendapat yang terakhir merupakan hal yang
lebih bisa diterima.
- Ruang Lingkup Orientalisme
Orientalisme
mempunyai pengertian yang sangat luas, karena langsung berkaitan dengan
“hal-hal yang menyangkut bangsa-bangsa di dunia Timur beserta lingkungannya”,
sehingga meliputi seluruh bidang kehidupan dan sejarah bangsa-bangsa di dunia
Timur.
Dan kegiatan
penyelidikan tersebut secara garis besar dilakukan pada berbagai bidang, yaitu
bidang kepurbakalaan (archeology), sejarah (history), bahasa (linguistics),
agama (religion), kesusasteraan (literatures), keturunan (ethnology),
adat istiadat (customs), kekuasaan (politik), kehidupan (ekonomi),
lingkungan (fauna dan flora), dan lain-lainnya. Maka dapat dibayangkan betapa
luas ruang lingkup yang diliput oleh orientalis itu, yang betul-betul
memerlukan ketekunan dan keahlian.
Di
samping itu, ada beberapa pengertian yang hampir sama tentang istilah
orientalisme. Hal ini dimaksudkan untuk dapat memberikan pengertian yang lebih
mendetail, yaitu sebagai berikut:
a. Pengertian yang
merupakan definisi yang dibatasi oleh kata orientalisme itu sendiri, yaitu
metode berpikir ala Barat. Metode inilah yang menjadi landasan dalam menilai
dan memperlakukan segala sesuatu, bahwa disana ada perbedaan yang fundamental
antara Barat dan Timur, baik dalam eksistensi maupun dalam sains
teknologi.
b. Orientalisme
merupakan studi akademis yang dilakukan oleh bangsa Barat dari negara-negara
imperialis mengenai dunia Timur dengan segala aspeknya, baik mengenai sejarah,
pengetahuan, bahasa, agama, tatanan sosial politik, hasil bumi, serta semua
potensinya.
c. Definisi ketiga,
seperti yang diungkapkan Edward Said: “Orientalisme merupakan kajian atau
metode Barat untuk mencaplok bangsa Timur, dengan kedok hendak memperbaiki dan
memajukan (politik ataupun pemikiran), demi memperlancar kekuasaannya disana”.
d. Orientalisme
adalah kajian akademis, yang dilakukan oleh bangsa Barat yang kafir –khususnya
dari kalangan ahlul kitab- tentang Islam dan umat Islam dalam
segala aspek baik mengenai akidah, syariat, pengetahuan, kebudayaan, sejarah,
aturan dan peraturan, hasil bumi dan potensinya. Tujuannya untuk merusak dan
mengotori citra Islam, meniupkan keragu-raguan kepada kaum muslimin akan
kebenaran dan kepercayaan mereka terhadap ajarannya, menyesatkan kaum muslimin
dari jalan yang diharuskan oleh syariatnya. Kemudian dengan berbagai cara
diupayakan agar kaum muslimin mau mengikuti ajaran dan pemikiran Barat. Dalam
usahanya, kaum orientalis mencoba dengan tipu dayanya untuk mengelabui bahwa
semua kajian itu seolah ilmiah dan objektif. Karena mereka merasa adanya keunggulan
dan kelebihan ilmu pengetahuan yang dimiliki bangsa Barat atas bangsa Timur
yang Islam.[8]
Faktor
pendorong orientalisme
/ studi ke-Timur-an menurut Mushtafa Hasan as-Syiba’i ialah pertama,
faktor agama, karena
menurutnya pihak pendetalah yang mempropaganda secara meluas mengenai perlunya
mengkaji dunia Timur terutama untuk misi agama Kristen (missionaris). Kedua,
faktor Imperialisme, setelah kekalahan dalam perang Salib maka usaha untuk
menguasai dunia Timur menjadi lebih diplomatis. Meneliti kelemahan dan kekuatan
dunia Timur. Kemudian lagi, faktor perdagangan, politik, dan ilmiah.[9]
Dalam menganalisa faktor penyebab orientalisme
sangatlah banyak, dan meskipun upaya ini didorong oleh usaha kolonialisasi terhadap
Dunia Timur. Orientalis tidak semua memusuhi Islam dan menentang kebenaran
Islam, justru dengan sulitnya menemukan kecacatan konsep Islam khususnya maka
kebenaran tentang Islam akan terkuak dengan sendirinya. Tidak sedikit juga
kalangan orientalis yang kemudian mengkritik balik ajaran Kristen yang mereka
anut misalnya karena melihat kedinamisan konsep Islam.
Penutup
- Kesimpulan
Orientalisme merupakan gabungan dari kata oriental dan isme.
Orient dalam
bahasa Prancis sendiri berarti Timur baik secara geografis maupun etnologis.
Sedangkan Ism dalam bahasa Inggris atau isme dalam bahasa Belanda berarti faham.
Jadi orientalisme ialah suatu faham atau aliran yang mengkaji dan meneliti
segala sesuatu tentang Dunia Timur baik dari segi agama-agama, kebudayaan dan
peradaban maupun ilmu-ilmu didalamnya.
Sejarah orientalisme secara nyata telah berkembang
sekitar abad ke-X M dan masih berlangsung hingga kini. Meskipun begitu
pergesekan ini telah dimulai sejak masa kejayaan Islam dimana banyak sekali
kaum Barat yang menimba ilmu dan belajar di Dunia Timur terutama Islam karena
kejayaannya.
Ruang lingkup objek penelitian orientalisme ini
sebenarnya sangat luas karena mencakup agama, budaya, bahasa, sastra, etnologis, politik dan
sebagainya. Namun kajian orientalisme dalam cakupan sempitnya mengkaji
ilmu-ilmu keagamaan khususnya teks-teks kitab suci dan faham serta
konsep-konsep ke-Islaman.
- Kritik dan Saran
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini
pastilah sangat jauh dari kesempurnaan. Informasi yang masih sedikit, sumber yang mungkin kurang
valid, penyusunan yang kurang sistematis hingga penulisan yang mungkin masih
banyak kesalahan. Maka dari itu, penulis sangat mengharapkan kiranya pembaca
berkenan menyampaikan kritik dan sarannya untuk perbaikan pada makalah yang
akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Assamurai, Qasim. 1996. Bukti-bukti
kebohongan Orientalis. penj: Syuhudi Ismail. Jakarta: Gema Insani Press
As-Syiba’i, Musthafa Hassan. 1997. Membongkar Kepalsuan
Orientalis. penj: Ibnu
Bardah. Yogyakarta: Mitra Pustaka
Buchari, Mannan. 2006. Menyingkap
Tabir Orientalisme. Jakarta: Amzah, 2006
Hanafi, A. 1981. Orientalisme.
Jakarta: Pustaka Al Husna
Umar, A. Muin. 1978. Orientalisme dan Studi Tentang
Islam. Jakarta: Bulan Bintang
[1]
Mannan Buchari, Menyingkap Tabir Orientalisme (Jakarta:
Amzah, 2006) hlm. 7
[2]
Mannan Buchari, Menyingkap Tabir Orientalisme (Jakarta:
Amzah, 2006) hlm. 7-8
[3]
Mannan Buchari, Menyingkap Tabir Orientalisme (Jakarta:
Amzah, 2006) hlm. 9
[4]
Qasim Assamurai, Bukti-bukti kebohongan Orientalis,
penj: Syuhudi Ismail (Jakarta: Gema
Insani Press, 1996) hlm. 26-29
[5]
A. Hanafi, Orientalisme (Jakarta: Pustaka Al Husna, 1981) hlm. 9
[6]
A. Hanafi, Orientalisme (Jakarta: Pustaka Al Husna, 1981) hlm. 9-10
[7]
A. Muin Umar, Orientalisme dan Studi Tentang Islam,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1978) hlm. 9
[8] Mannan
Buchari, Menyingkap Tabir Orientalisme (Jakarta: Amzah,
2006) hlm. 11-14
[9] Musthafa Hassan as-Syiba’i, Membongkar Kepalsuan Orientalis , penj: Ibnu
Bardah, (Yogyakarta: Mitra
Pustaka, 1997) hlm. 21-27
Okey makasih infonya
BalasHapus