Kamis, 20 Oktober 2016

Tafsir Ayat Khamr dan Maisir



Oleh:
Lutfiyatun Nakiyah

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Modernisasi tidak hanya menuntut umat Islam saat ini untuk lebih cerdas dalam menyikapi persoalan namun juga menemukan terobosan dalam tafsir dan ijtihad terkait polemic persoalan kontemporer. Berbagai teknologi, ilmu dan wawasan berkembang. Penemuan-penemuan ilmiah saat ini juga membantu umat Islam dalam menjawab dan menemukan llat dari hokum- hokum yang dahulu belum terpecahkan.
Perkembangan zaman juga emunculkan kreasi-kreasi baik di berbagai bidang. Makanan dan minuman saat ini misalnya, mengalami perkembangan baik dari sisi cita rasa, bahan produksi dan juga penyajian. Jika pada masa Nabi Muhammad Saw Khamr hanya dapat dibuat dengan bahan-bahan alami saja (misalnya anggur), saat ini, unsure khamr bahkan dapat dibuat dengan senyawa kimia dan proses pengolahan manusia. Hal-hal semacam ini memerlukan kontekstualisasi dari Umat Islam. Bagaimanakah Umat islam menyikapi hal ini? Berikut penulis paparkan kajian ayat ahkam terkait ayat khamr dan maisir serta alcohol dalam lingkup makanan, minuman, kosmetik dan obat-obatan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah kajian Tafsir ayat-ayat terkait Khamr dan Maisir ditinjau dari pendekatan diakronis?
2.      Bagaimana hukum alcohol dalam produk konsumsi minuman, makanan, kosmetik dan obat-obatan?


PEMBAHASAN

A.      Ayat-ayat Khamr dan Maisir secara diakronik
Secara etimologi, khamr (خمر) berasal dari kata khamara (خمر) yang artinya adalah penutup dan menutupi. Maksud penutup adalah bahwa khamr dapat menutup akal fikiran dan logika seseorang bagi yang meminumnya. Sedangkan secara terminologi, khamr berarti minuman yang dapat menutup akal atau memabukkan, baik orang yang meminumnya itu mabuk ataupun tidak. Jadi minuman yang memabukkan itu disebut khamr karena ia dapat menutup akal manusia. Salah satu alasan inilah khamr diharamkan dalam Islam disamping beberapa alasan lain. Kata khamar adalah bentuk mashdar dari kata خمرا ـ يخمر -خمر yang berarti tertutup atau tersembunyi. Kemudian kata khamar ini lazim digunakan untuk sebutan bagi setiap minuman keras seperti arak dan minuman keras lainnya.[1]
Khamr artinya adalah semua yang memabukkan lagi menghilangkan akal pikiran dan menutupinya, dari apa pun macamnya. Sedangkan Maisir / berjudi adalah segala macam usaha saling mengalahkan yang di dalamnya terdapat taruhan dari kedua belah pihak seperti dadu atau catur dan segala macam usaha saling mengalahkan baik perkataan maupun perbuatan dengan taruhan. Berjudi sangat berbeda dengan perlombaan, semisal perlombaan berkuda, unta dan memanah, karena hal-hal itu semua adalah boleh karena hal-hal tersebut sangat membantu dalam jihad, karena itulah Allah membolehkannya. Sedangkan berjudi, salah satu pihak yang kalah akan merugi dengan ehilangan taruhannya. Perbuatan ini akan menjadi candu dan akan sangat merugikan serta berbahaya. Judi dalam terminologi agama diartikan sebagai “suatu transaksi yang dilakukan oleh dua pihak untuk kepemilikan suatu benda atau jasa yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan transaksi tersebut dengan suatu tindakan atau kejadian tertentu.. dengan kata lain, berjudi adalah pertaruhan dengan sengaja, yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai, dengan menyadari adanya risiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa permainan, pertandingan, perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak atau belum pasti hasilnya. Adapun pengetahuan dalam pengharaman khamr dilakukan karena khamr mengganggu stabilitas akal dan mengilangkan fungsinya, sehingga bisa menimbulkan bahaya besar terhadap tubuh, syaraf, akal, dan akhlak. Khamr mempengaruhi pusat-pusat syaraf, merangsangnya pada kali pertama, selanjutnya berubah menjadi kebekuan pada syaraf-syarafnya, dan berakhir dengan pembiusan dan penghentian aksinya. Oleh karena itu khamr menyebabkan kematian akibat pengaruh langsung penghentian pusat-pusat syaraf dalam tubuh.[2]
Keadan ini dapat kita lihat dalam diri peminum khamr. Pada fase pertama ia akan kehilangan sifat menjaga kehormatan diri dan rasa malu. Mulutnya mengucapkan hal-hal seandainya akalnya mampu menahannya ia tidak akan mengucapkan-nya. Kemudian timbullah perbuatan-perbuatan, gerakan-gerakan, tertawa dengan buruk dan tanpa sebab. Dalam keadaan mabuk manusia seperti hewan yang hina dan melanggar kehormatan dan agama. Ia amat mudah terjatuh dalam jurang kehinaan dan keburukan. Kondisi seperti ini terjadi sesaat dan kemudian menjadi tak sadar. Pada fase kedua, orang yang meminum khamr akan terganggu proses berfikirnya, kehilangan perasaan, dan menampakkan diri dalam kebodohan yang amat sangat. Pada fase ketiga, setelah racun mulai beroperasi di pusat-pusat syaraf kehidupan dalam tubuh dan menumpulkan pekerjaannya, terjadilah kematian. Kematian bisa disebabkan oleh khamr yang merusak proses bekerjanya pusat alat pernafasan dan distribusi darah dalam tubuh.[3]
Larangan mengkonsumsi khamr dan sejenisnya yang memabukkan dijelaskan secara tegas dalam Al-Qur’an dan Hadis. Secara diakronik, khamr diharamkan secara bertahap, yaitu 4 tahap dalam waktu yang berbeda, disesuaikan dengan kondisi masyarakat Arab ketika diturunkan Al-Qur’an.

Tahap pertama, disebutkan pada QS. Al-Naĥl: 67,
`ÏBur ÏNºtyJrO È@ϨZ9$# É=»uZôãF{$#ur tbräÏ­Gs? çm÷ZÏB #\x6y $»%øÍur $·Z|¡ym 3 ¨bÎ) Îû y7Ï9ºsŒ ZptƒUy 5Qöqs)Ïj9 tbqè=É)÷ètƒ ÇÏÐÈ  
“dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan dan rezki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan.”

Allah menjelaskan, bahwa Khamr (minuman yang memabukkan) adalah berbahan baku dari kurma dan anggur. Pada saat itu, minuman merupakan salah satu sumber rezeki masyarakat Arab, seakan-akan ayat ini mengisyaratkan bahwa minuman yang memabukkan (khamr) bukan rizki yang baik,[4] sehingga masyarakat Arab hati-hati, namun belum sampai kepada menghindari konsumsi minuman tersebut.[5]
Fazlur Rahman juga berpendapat, yang pertama mengharamkan khamr sebenarnya adalah surat al-A’raf ayat 33 :
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالإثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لا تَعْلَمُونَ.
Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa (al-itsm), melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui".
Al-itsm dalam ayat ini adalah khamr, sebagaimana ditegaskan dalam surat al-Baqarah ayat 219. Al-A’raf merupakan surat yang turun dalam periode Makiyyah awal.[6]
Kata al-itsm yang berarti khamr juga terdapat dalam perkataan syair. :
شربت الاثم ضلّ عقلى كذالك الاثم يذهب بالعقول
          “Ku minum khamr hingga akalku hilang, demikian juga dosa dapat membuat akal menghilang”. Sesungguhnya ia menggunakan kata ‘itsm” sebagai ganti kata “khamr” secara kiasan atau majaz, yang artinya bahwa khamr itu bisa menimbulkan perbuatan dosa.[7]

Tahap kedua, disebutkan dalam Q.S Al-Baqarah : 219,
* y7tRqè=t«ó¡o ÇÆtã ̍ôJyø9$# ÎŽÅ£÷yJø9$#ur ( ö@è% !$yJÎgŠÏù ÖNøOÎ) ׎Î7Ÿ2 ßìÏÿ»oYtBur Ĩ$¨Z=Ï9 !$yJßgßJøOÎ)ur çŽt9ò2r& `ÏB $yJÎgÏèøÿ¯R 3 štRqè=t«ó¡our #sŒ$tB tbqà)ÏÿZムÈ@è% uqøÿyèø9$# 3 šÏ9ºxx. ßûÎiüt7ムª!$# ãNä3s9 ÏM»tƒFy$# öNà6¯=yès9 tbr㍩3xÿtFs? ÇËÊÒÈ  
“mereka bertanya kepadamu tentang Khamr dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah:"yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,”
Dengan tegas Allah SWT. menyebutkan kata Khamr. Dalam tafsir Al-Qurthubi [8] disebutkan bahwa dalam firman Allah diatas terdapat beberapa masalah, firman Allah ta’ala  يَسْأَلُونَكَ Mereka bertanya kepadamu”. Orang-orang yang bertanya dalam ayat ini adalah orang-orang yang beriman. Kemudian turunlah ayat tersebut.[9] Ayat ini turun di Madinah setelah Hijrah. Sebab turunnya ayat tersebut menurut riwayat Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi dari Umar bin al-Khaththab bahwasanya ia pernah berdoa: “Ya Allah, terangkanlah kepada kami tentang (hukum) khamr dengan keterangan yang jelas karena ia telah membinasakan harta dan merusak akal.
Pada tahapan kedua ini Allah menjelaskan bahwa sebenarnya dalam khamr tersebut ada dua unsur yang terkandung di dalamnya: manfaat dan mudharat. Namun Allah juga menegaskan bahwa sebenarnya mudharat yang ditimbulkan olehnya jauh lebih banyak dari manfaatnya. Menurut al-Shabuni juga, yang dimaksud dengan manfaat dari khamr adalah manfaat yang didapat dari memperjual belikan khamr tersebut. Dan menurut Imam al-Qurthubi, manfaat yang diperoleh dari khamr tersebut karena mereka mengimpor dari Syiria dengan harga murah kemudian mejualnya di seitar Hijaz (mekah dan Madinah) dengan harga tinggi. Namun adapula yang berspekulasi bahwa manfaat khamr yaitu rasa lezat (اللذة) dan kondisi mabuk (المزعومة النشوة) yang ditimbulkan dari zat tersebut.[10]
Dalam ayat tersebut Allah Swt. menjelaskan bahwa bahaya minuman keras (Khamr) dan judi lebih besar dosa melaksanakannya daripada manfaatnya. Tetapi dalam ayat ini belum tegas melarang, karena masih menyebutkan bahwa adanya manfaat yang dapat diambil dari Khamr. Sikap setelah turunnya ayat ini, sebagian dari kaum muslim mulai meninggalkan meminum Khamr dan sebagian lainnya tetap meminumnya.[11]
Dampak dari pemaknaan ayat yang terdapat pada tahapan kedua pada masa itu ialah timbulnya dua golongan. Sebagian dari para sahabat meninggalkan minuman khamr karena melihat ayat “Tapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya” namun sebagiannya lagi masih melakukannya karena potongan ayat “dan beberapa manfaat bagi manusia”. Salah satu diantara yang tetap melaksanakannya adalah Abdurrahman bin ‘Auf. Suatu ketika ia menjamu beberapa sahabat Rasul (Ali dan beberapa sahabat lainnya) dan menyuguhkan khamr kepada mereka. Ketika tiba waktu shalat Ali ditunjuk menjadi imam dan pada waktu itu beliau keliru membaca salah satu ayat yang menyebabkan kesalahan yang dianggap fatal. Beliau membaca:
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ . أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُون 
Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, Aku akan menyembah apa yang kamu sembah”. Kemudian turunlah ayat berikut sebagai larangan shalat bagi orang mabuk, yang merupakan tahap ketiga dari rangkaian diakronik pengharaman khamr. [12]

Tahap ketiga, disebutkan dalam QS. Al-Nisā’: 43.
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#qç/tø)s? no4qn=¢Á9$# óOçFRr&ur 3t»s3ß 4Ó®Lym (#qßJn=÷ès? $tB tbqä9qà)s? Ÿwur $·7ãYã_ žwÎ) ̍Î/$tã @@Î6y 4Ó®Lym (#qè=Å¡tFøós? 4 bÎ)ur LäêYä. #ÓyÌó£D ÷rr& 4n?tã @xÿy ÷rr& uä!$y_ Ótnr& Nä3YÏiB z`ÏiB ÅÝͬ!$tóø9$# ÷rr& ãLäêó¡yJ»s9 uä!$|¡ÏiY9$# öNn=sù (#rßÅgrB [ä!$tB (#qßJ£JutFsù #YÏè|¹ $Y7ÍhŠsÛ (#qßs|¡øB$$sù öNä3Ïdqã_âqÎ/ öNä3ƒÏ÷ƒr&ur 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. #qàÿtã #·qàÿxî ÇÍÌÈ  
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam Keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.”
Pada ayat ini sudah digunakan lā nāhiyah, suatu bentuk larangan yang pada dasarnya menurut ulama uşūl menunjukkan hukum haram. Akan tetapi, larangan tersebut tidak secara tegas menunjuk langsung pada Khamr, sehingga seandainya tidak memperhatikan sabab nuzūl ayat, tentu akan sulit menentukan bahwa ayat  tersebut diturunkan dalam rangka pengharaman minuman keras (Khamr).[13] Dampak dari ayat ini umat Islam saat itu tidak lagi mengkonsumsi miuman keras (Khamr) kecuali setelah melakukan salat isya’.[14] Sebab larangan mabuk dari ayat tersebut hanya terbatas pada larangan salat ketika mabuk, dalam arti dilarang konsumsi Khamr sebelum salat.
Tahap keempat, surah al-Mā’idah ayat 90,
Setelah peristiwa yang terjadi pada tahapan ketiga, terjadi kembali tragedi yang menyebabkan turunnya ayat pengharaman khamr. Suatu ketika ‘Utbān bin Mālik mengundang para sahabat untuk makan bersama – salah satu diantaranya adalah Sa’ad bin Abi Waqās – dan telah disiapkan bagi mereka kepala onta panggang. Mereka pun makan dan minum khamr hingga mabuk. Mereka merasa bangga dan diantaranya ada yang bersyair dengan membanggakan kaumnya dan serta menghina kaum anshar. Kemudian salah seorang pemuda anshar (yang merasa terhina) mengambil sebuah tulang dan memukul kepala Sa’ad hingga terluka.[15] Sa’adpun mengadukan kejadian tersebut kepada Rasalullah hingga turunlah ayat:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä $yJ¯RÎ) ãôJsƒø:$# çŽÅ£øŠyJø9$#ur Ü>$|ÁRF{$#ur ãN»s9øF{$#ur Ó§ô_Í ô`ÏiB È@yJtã Ç`»sÜø¤±9$# çnqç7Ï^tGô_$$sù öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÒÉÈ  
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) Khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Secara tegas Allah SWT. melarang secara mutlak mengkonsumsi khamr. Dengan ini dapat disimpulkan, bahwa haram hukumnya minuman keras khamr, maisir (judi) dan seterusnya.
Minuman keras bukan saja haram dalam meminumnya, tetapi dalam menjual belikannya, membuatnya, memerasnya, dan menghidangkannya pun hukumnya haram, sesuai dengan Hadis Nabi Muhammad SAW.
لعن الله الخمر و شاربها وساقيها وبائعها و مبتاعها وعاصرها ومعتصرها وحاملها، والمحمولة اليه وأكل ثمنها (رواه أبوداود والحاكم عن ابن عمر)[16]
 Allah mengutuk Khamr, orang yang meminumnya, orang yang menyuguhkannya orang yang menjualnya, orang yang membelinya, orang yang memerasnya, orang yang diperaskan padanya, orang yang membawanya, orang yang dibawakan padanya, dan orang yang memakan harganya.”( HR. Abu Dawud dan al-Hakim dari ibnu umar).
            Setelah mencermati tahapan dan kronologi pelarangan khamr dapat diambil pelajaran bahwa Islam sangatlah bijaksana. Ajaran Islam tidak serta merta mengharamkan tradisi yang telah lama “mengakar” dalam suatu budaya. Islam melakukannya secara perlahan-lahan dengan terlebih dahulu memaparkan bahaya yang dikandung oleh khamr. Menurut Ali al-Shābunī, seandainya khamr telah dilarang semenjak awal munculnya Islam, tentu mereka akan berkata: kami tidak akan meninggalkan khamr selama-lamanya.[17]
Majelis ulama Indonesia (MUI) telah memfatwakan pada tahun 1976, bahwa haram hukumnya penyalahgunaan narkotik dan semacamnya, yang membawa kemudharatan yang mengakibatkan rusak mental fisiknya seseorang serta terancam keamanan masyarakat dan ketahanan Nasional.[18]
Diantara sejumlah bahaya mengkonsumsi khamr ialah sebagai berikut:
1)      Apabila keadaan si pemabuk sampai tingkat iskār (mabuk) dan keluar sama sekali dari kesadarannya, maka hal ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang menuntut agar seorang muslim harus selalu dalam keadaan sadar, agar dapat selalu berhubungan dengan Allah. Ketidaksadaran itu bagaikan pelarian dari kenyataan hidup, sedangkan dalam Islam kita tidak diperbolehkan lari dari kenyataan hidup, kita diajarkan untuk selalu menghadapi kenyataan yang ada dengan baik. Khamr mempengaruhi organ-organ ingatan pada otak. Maka orang yang mabuk tidak dapat diterima kesaksiannya karena ia fasik, tidak dipercaya pembicaraannya.
2)      Orang yang biasa minum khamr akan mengalami gangguan seperti melonggarnya pembuluh darah yang dapat mengakibatkan penyakit tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan lemah jantung, pecahnya pembuluh darah dalam otak, atau pembuluh darah mata yang mengakibatkan kebutaan atau hilangnya pendengaran.
3)      Khamr mempunyai pengaruh besar terhadap otot-otot jantung, sehingga lama-kelamaan menyebabkan sesak nafas, lemahnya jantung, dan infeksi paru-paru serta hati.
4)      Khamr/minuman yang memabukkan menyebabkan pembuluh-pembuluh darah tidak seperti yang semestinya (lunak atau elastis terhadap berbagai tekanan). Alkohol, misalnya dapat menyebabkan pembuluh itu tegang, dan mengakibatkannya tersumbat dan darah tidak bisa beredar seperti biasanya yang akibatnya adalah kematian.
5)      Akibat minuman keras itu sangat berbahaya terhadap hati (liver), sedangkan hati manusia merupakan pabrik paling utama dalam tubuh yang bekerja untuk membersihkan tubuh dari racun yang memasukinya melalui darah. Hati merupakan gudang makanan yang didistribusikan ke seluruh tubuh sesuai dengan kebutuhannya. Sedangkan Khamr atau berbagai macam minuman yang mengandung alkohol merusak dinding hati dan berakibat melumpuhkan pekerjaan hati, sehingga badannya tidak lagi mengeluarkan racun maupun yang lainnya. Anggota badan lainnyapun terganggu karena pengaruh racun-racun itu dan mengakibatkan kematian.
6)      Pengaruh khamr tidak dapat dihindarkan pula terhadap kehidupan seksual dan keturunan. Hal ini terbukti dari hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli terhadap manusia atau hewan yang disuntik dengan suntikan yang mengandung alkohol. Akibatnya ialah, kalau ia mempunyai keturunan akan menjadi keturunan yang lemah, kurang intelegensinya, cenderung pada kejahatan dan perbuatan dosa. Pengaruh minuman tersebut, juga terlihat pada telinga, hidung, dan tenggorokan.
7)      Khamr termasuk penyebab paling utama yang membawa pada penyakit lambung dan usus dua belas jari, karena adanya zat asam dari alkohol itu yang merusak dinding lambung. Oleh karena itu, seorang dokter akan selalu menasihati pasiennya agar menjauhi minuman yang mengandung alkohol. Hal ini terbukti dari dengan adanya sebagian besar orang yang menderita penyakit lambung dan usus dua belas jari di negeri barat yang banyak meminum minuman keras tersebut.
8)      Khamr mempengaruhi moral hal ini sangat berbahaya, karena orang yang pemabuk menjadi lemah, tidak berwibawa, dan lemah terhadap hawa nafsu. Orang yang sedang mabuk, keluar dari tata krama dan sopan santun yang seharusnya dimiliki seseorang muslim. Hal tersebut seperti terlihat dalam club malam dan tempat-tempat minum dimana mereka menari-nari laki-laki dan perempuan tanpa ada rada malu, bahkan sampai mengangkat baju dan sebagainya.[19]
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa khamr dapat merusak kesehatan, menyebabkan timbulnya berbagai penyakit, seperti radang hati, gagal ginjal dan lain-lain. Khamr merugikan diri sendiri dan orang-orang yang ada disekitar kita merasa terganggu dan dirugikan. Khamr secara tidak langsung mengganggu kondisi berpikir rasional dan mentalitas manusia karena melakukan penyelesaian masalah dengan lari dari masalah dengan menghilangkan upaya berpikir sehat dan jernih. Adapun maisir juga menimbulkan dampak candu, dengan menghilangkan upaya berpikir jernih, logis disertai usaha dan perjuangan menghadapi persoalan-persoalan dalam hidup. Karenanya, maisir berdampingan dan bahkan berurutan dalam ayat yang menegaskan haramnya khamr. Dengan demikian maka khamr dan maisir haram hokum untuk meminum dan melakukannya.



B.     Kajian Alkohol dalam Minuman, Makanan, Obat-obatan dan Alat-alat Kecantikan 
Alkohol adalah minuman yang mengandung etanol. Etanol adalah bahan psikoaktif dan konsumsinya menyebabkan penurunan kesadaran. Alkohol merupakan Kim zat cair yang tidak berwarna, mudah menguap dan terbakar, dipakai dalam bidang industri dan pengobatan, merupakan unsur ramuan yang memabukkan, minuman keras, senyawa karbon; C2H5OH. Khamar dan alkohol keduanya identik, namun sesungguhnya yang dimaksud dengan khamar di dalam islam itu tidak selalu merujuk pada alkohol. Tetapi jenis obat- obatan seperti psikotropika dan narkotika walaupun tidak mengandung alcohol dikategorikan sebagai khamar yang hukumnya haram. Hal ini dikarenakan khamar merupakan suatu minuman yang dapat mengacaukan akal sehat seseorang yang meminumnya dan memiliki dampak buruk bagi kesehatan yang mengkonsumsinya serta khamar merupakan jenis minuman yang mudharat atau keburukannya jauh lebih banyak dibandingkan manfaat yang terkandung didalamnya. Penggunaan etanol sebagai minuman atau untuk penyalahgunaan sudah dikenal luas. Karena jumlah pemakaian etanol dalam minuman amat banyak, maka tidak mengherankan keracunan akut maupun kronis akibat etanol sering terjadi.[20]
Alkohol di Dunia Barat sudah menjadi lazim dan diterima dalam pergaulan sosial. Namun seringkali digunakan berlebihan sehingga menjadi penyebab utama kecelakaan lalu lintas yang fatal.[21] Pada konsentrasi 1,0 -1,5 mg/ml darah, alkohol menimbulkan gejala euforia dan tidak ada rasa segan, sehingga sering menyebabkan kecelakaan lalu lintas.[22]
Kadar alkohol dalam minuman beralkohol berbeda-beda, berikut nama Minuman dan Kadar Alkoholnya:[23]
1.      Bir Putih, 1 – 5 %
2.      Bir Hitam, 15 %
3.      Samsu, 20 %
4.      Macam-Macam Anggur, 15 %
5.      Ryn & Moezelijn, 10 %
6.      Anggur Malaga, 15-17 %
7.      Tokayer, 15 %
8.      Sherry, 20 %
9.      Likeuren, 30-50 %
10.  Anggur Perancis, 9-11 %
11.  Champagne, 10-12 %
12.  Anggur Spanyol, 15-20 %
13.  Anggur Hongaria, 15-20 %
14.  Rhum & Brandy, 40-70 %
15.  Jenever, 40 %
16.  Bols, 40 %
17.  Hulskamp, 40 %
18.  Whiskey, 30-40 %
19.  Cognac, 30-40 %
20.  Tuak & Saguer, 11-15 %
21.  Macam-Macam Anggur Obat, 15-20 %
22.  Shake, 10 %

Dalam dunia kimia, farmasi dan kedokteran, etanol banyak digunakan. Di antaranya :
1.      Sebagai pelarut. Sesudah air, alkohol merupakan pelarut yang paling bermanfaat dalam farmasi. Digunakan sebagai pelarut utama untuk banyak senyawa organic; [24]
2.      Sebagai bakterisida (pembasmi bakteri). Etanol 60-80 % berkhasiat sebagai bakterisida yang kuat dan cepat terhadap bakteri-bakteri. Penggunaannya adalah digosokkan pada kulit lebih kurang 2 menit untuk mendapat efek maksimal. Tapi alkohol tidak bisa memusnahkan spora;[25]
3.      Sebagai germisida alat-alat; [26]
4.      Sebagai pembersih kulit sebelum injeksi; [27]

Alkohol dalam bentuk khamr (minuman beralkohol) banyak dijumpai sebagai campuran dalam makanan dan minuman. Hukum menggunakan alkohol sebagai campuran makan dan minuman ini adalah haram, karena termasuk pemanfaatan benda najis yang telah diharamkan oleh islam. Memanfaatkan benda najis adalah masalah khilafiyah. Ada yang membolehkan dan ada yang melarang. Namun pendapat yang rajih (kuat) adalah mengharamkan. Jika alkohol di qiyaskan pada khamr yang illat pengharamannya karena memabukkan, maka kadar alkohol pada tingkat memabukkanlah yang diharamkan. Dalam hal ini sifat dan zat benda/alkohol menjadi acuan pada proses diharamkan ataupun tidak.
Menurut al-Shabuny, khamr adalah minuman yang terbuat dari perasan anggur dan lainnya.[28] Mengartikan khamr dengan segala jenis minuman yang memabukkan adalah tepat karena ‘illat pengharamannya adalah memabukkan dengan tidak melihat bahan yang dijadikannya, sehingga segala yang memabukkan dari bahan apa saja, masuk dalam kategori khamr dalam istilah syara’ dan hukumnya pun sama, yang diperhatikan adalah pengaruh atau akibat yang ditimbulkannya, yaitu mabuk.[29] Hal ini berdasarkan hadis Nabi saw yang diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Umar :
كل مسكر خمر وكل خمر حرام [30]
“Setiap yang memabukkan itu khamr dan setiap khamr itu haram”.

             Semua ulama telah sepakat bahwa khamar memabukkan dan haram hukumnya, akan tetapi terdapat perbedaan dikalangan ulama tentang najis tidaknya khamar sebagaimana lafads “rijs” yang diterangkan dalam QS Al-Maidah ayat 90. Khamar itu najis menurut pendapat Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan para ulama lainnya, sedangkan menurut Imam Rabi’ah dan Imam Dawud azh-Zahiri menyatakan khamar tidak najis.
            An-Nawawiy rahimahullah berkata :
في هذه الأحاديث دلالة على جواز الانتباذ وجواز شرب النبيذ ما دام حلواً لم يتغير ولم يغل وهذا جائز بإجماع الأمة، وأما سقيه الخادم بعد الثلاث وصبه فلأنه لا يؤمن بعد الثلاث تغيره وكان النبي صلى الله عليه وسلم يتنزه عنه بعد الثلاث. وقوله: (سقاه الخادم أو صبه) معناه تارة يسقيه الخادم وتارة يصبه وذلك الاختلاف لإختلاف حال النبيذ، فإن كان لم يظهر فيه تغير ونحوه من مبادئ الإسكار سقاه الخادم ولا يريقه لأنه مال تحرم إضاعته ويترك شربه تنزهاً، وإن كان قد ظهر فيه شيء من مبادئ الإسكار والتغير أراقه لأنه إذا أسكر صار حراماً ونجساً فيراق ولا يسقيه الخادم لأن المسكر لا يجوز سقيه الخادم كما لا يجوز شربه، وأما شربه صلى الله عليه وسلم قبل الثلاث فكان حيث لا تغير ولا مبادئ تغير ولا شك أصلاً والله أعلم
“Dalam hadits-hadits ini terdapat petunjuk diperbolehkannya membuat dan meminum nabiidz (kurma/kismis yang direndam dan difermentasikan) selama masih terasa manis, belum berubah, dan belum menggelegak (berbuih). Hal ini diperbolehkan berdasarkan ijma’ umat. Adapun memberikan minum kepada pembantu (khadiim) setelah tiga hari dan membuangnya setelah tiga hari, karena beliau tidak merasa aman setelah tiga hari itu dari berubahnya nabiidz tadi. Adalah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjauhi nabiidz setelah masa tiga hari (dari pembuatan). Dan perkataannya (Ibnu ‘Abbaas) : ‘beliau memberikannya kepada pembantu beliau atau memerintahkannya untuk dibuang’; maknanya adalah kadang beliau memberikan kepada pembantunya kadang beliau memerintahkan untuk membuangnya. Perbedaan perbuatan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tersebut karena perbedaan kondisi nabiidz. Seandainya tidak ada perubahan yang mengindikasikan minuman tersebut memabukkan, maka beliau memberikannya kepada pembantu beliau dan tidak membuangnya, karena ia termasuk jenis harta yang diharamkan disia-siakan. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak meminumnya untuk menjaga diri. Namun seandainya terjadi perubahan yang mengindikasikan minuman tersebut memabukkan dan berubah (menjadi khamr), beliau membuangnya. Karena jika minuman tersebut menyebabkan mabuk, jadilah ia haram dan najis. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam membuangnya dan tidak memberikannya kepada pembantunya (untuk diminum). Minuman yang memabukkan yang tidak boleh diberikan kepada pembantu sebagaimana tidak diperbolehkan meminumnya sendiri. Mengenai Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam meminumnya sebelum tiga hari, hal itu dikarenakan belum berubah karakternya, tidak ada indikasi perubahan, dan tidak ada keraguan (bahwa ia halal) secara asal. Wallaahu a’lam.[31]

Minuman yang difermentasikan selama tidak berubah karakternya menjadi memabukkan, maka ia boleh untuk diminum. Sebagaimana kita tahu, proses fermentasi itu akan menghasilkan alkohol. Ringkas kata, selama kandungan alkohol dalam satu minuman tidak mencapai kadar memabukkan, maka ia halal diminum. MUI menyatakan bahwa yang masuk kategori minuman beralkohol adalah, Pertama: minuman yang mengandung etanol dan senyawa lain diantaranya metanol, asetaldehida, dan etilasetat yang dibuat secara fermentasi dengan rekayasa dari berbagai jenis bahan baku nabati yang mengandung karbohidrat; kedua, minuman yang mengandung etanol dan/atau metanol yang ditambahkan dengan sengaja. [32]
Adapun hukum dari Minuman beralkohol adalah najis jika alkohol/etanolnya berasal dari khamr, dan minuman beralkohol adalah tidak najis jika alkohol/ethanolnya berasal dari bukan khamr. Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non khamr (baik merupakan hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia] ataupun hasil industri fermentasi non khamr) untuk proses produksi produk makanan, minuman, kosmetika, dan obat-obatan, hukumnya: mubah, apabila secara medis tidak membahayakan. Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non khamr (baik merupakan hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia] ataupun hasil industri fermentasi non khamr) untuk proses produksi produk makanan, minuman, kosmetika dan obat-obatan, hukumnya: haram, apabila secara medis membahayakan.[33]
Hal yang dapat digarisbawahi dari alcohol ini ialah tidak selamanya minuman yang mengandung alkohol itu disebut khamr dan haram hukumnya. Hal ini tergantung pada kadar alcohol pada makanan, minuman dan kosmetik. Adapun untuk pengobatan maka para ulama lebih banyak yang memperbolehkannya.

           


PENUTUP

Kesimpulan   
Kajian ayat ahkam terkait khamr dan maisir sangatlah luas. Memerlukan pendalaman materi dan sekaligus mengkontruksi secara keilmuan ataupun ilmiah bagaimana mengatasi persoalan-persoalan social-kemasyarakatan seputar keduanya. Dalam hal ini dua hal yang dapat penulis garis bawahi:
1.      Setidaknya ada 4 tahap dalam proses pelarangan khamr dan maisir. Allah swt. Tidak serta merta langsung melarang umat Islam untuk mengkonsumsinya. Proses ini juga terbukti mampu untuk mengubah masyarakat Islam dalam meninggalkan khamr dan maisir perlahan-lahan. Karena khamr pada masa itu merupakan budaya Jahiliyyah yang melekat tidak saja melingkupi tradisi social saja, namun juga sangat berpengaruh dari sector ekonomi masyarakat Arab. Tahapan dalam proses pengharamannya memudahkan umat Islam dalam menyesuaikan dengan kondisi psikis, mental, social dan ekonomi terkait khamr dan maisir.
2.       Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non khamr (baik merupakan hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia] ataupun hasil industri fermentasi non khamr) untuk proses produksi produk makanan, minuman, kosmetika, dan obat-obatan, hukumnya: mubah, apabila secara medis tidak membahayakan. Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non khamr (baik merupakan hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia] ataupun hasil industri fermentasi non khamr) untuk proses produksi produk makanan, minuman, kosmetika dan obat-obatan, hukumnya: haram, apabila secara medis membahayakan.

DAFTAR PUSTAKA


Al-Qur’an al-Karim
Ahmad Husain Ali Salim, Terapi Al-Qur’an, (Jakarta: Lajnah Pentaşĥiĥ Muşĥaf Al-Qur’an, 2009)
Al-Shabuny, Rawai’ al-Bayan, Tafsir Ayat Al-Ahkam, (Bairut : Dar al-Fikr, t. th.). Jilid I
Ansel, Howard C.. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. (Jakarta : UI Press, 1989).
Depag RI, Kesehatan dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Lajnah Pentashhihan Mushhaf Al-Qur’an, 2009)
Fathurrahman, Ahmad Hotib, Budi Rasyadi (terj). “Tafsir al-Qurthubi”, (pusaka Azzam: Jakarta, 2007)
Fatwa MUI, Nomor 11 Tahun 2009 Tentang HUKUM ALKOHOL.
Muhammad Ali al-Shabüni, Rawāi’ al-Bayan, (Bairut: Dar al-Fikr, tt.)
Huzaemah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah : Kajian Hukum Islam Kontemporer, (Bandung : Penerit Angkasa, Kerjasama dengan UIN Jakarta Press, 2005)
Imam Muslim, Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawy, (Mesir : Mathba’ah Mishriyah, t. th), Jilid XIII
Jalalludin Rahmat, Dahulukan Akhlak diatas Fiqih, (Bandung, PT Mizan Publika 2012)
Jalāluddīn al-Suyūtī, al-Jāmī’ al-Şaghīr (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, t.th.), Jilid II
M. Ali al-Shabuni, Rawai’ al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam (tp: Mekah al-Mukarramah, tt) juz.I, hlm. 270.
M. Ali al-Shabuni, Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam, Mu’ammal Hamidy dan Imron A Manan (terj). (PT. Bina Ilmu: Surabaya, 2003) juz.1,
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mişbāĥ, (Jakarta: Mizan, Jilid I)
MUI, Himpunan Fatwa MUI (jakarta: Penerbit Erlangga, 2011)
Mustafa KS, Alkohol Dalam Pandangan Islam dan Ahli-Ahli Kesehatan, (Bandung : PT Alma’arif, 1983), hlm: 23
Mutscher, Ernst. 1991. Dinamika Obat. Bandung : Penerbit ITB.
Q. Shaleh, “Asbabun Nuzul” (Diponegoro: Bandung, 2007)
Syaikh Salim B, Ensiklopedi Larangan, (Niaga Swadaya, 2010)
Syekh Fauzi Muhammad, Hidangan Islami : Ulasan Komprehensif berdasarkan Syari’at dan sains Modern, Terj. Abdul Hayyi al-Kattanie, (Jakarta, Gemma Insani Press, 1997)
Tjay, Tan Hoan & Kirana Rahardja. 1986. Obat-Obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. (Edisi IV, 1986)
Kadar M. Yusuf, Tafsir Ayat Ahkam, Tafsir Tematik ayat-ayat Hukum, (Jakarta, Amzah 2011)


[1] Kadar M. Yusuf, Tafsir Ayat Ahkam, Tafsir Tematik ayat-ayat Hukum, (Jakarta, Amzah 2011), hlm. 171
[2] Syekh Fauzi Muhammad, Hidangan Islami : Ulasan Komprehensif berdasarkan Syari’at dan sains Modern, Terj. Abdul Hayyi al-Kattanie, (Jakarta, Gemma Insani Press, 1997) Hlm. 69
[3] Syekh Fauzi Muhammad, Hidangan Islami : Ulasan Komprehensif berdasarkan Syari’at dan sains Modern, Terj. Abdul Hayyi al-Kattanie, (Jakarta, Gemma Insani Press, 1997) Hlm. 69
[4] Ahmad Husain Ali Salim, Terapi Al-Qur’an, (Jakarta: Lajnah Pentaşĥiĥ Muşĥaf Al-Qur’an, 2009), h. 287
[5] Departemen Agama RI, Kesehatan dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Lajnah Pentaşĥiĥ Muşĥaf Al-Qur’an, 2009), h. 287
[6] Jalalludin Rahmat, Dahulukan Akhlak diatas Fiqih, (Bandung, PT Mizan Publika 2012) Hlm. 228.
[7] Syaikh Salim B, Ensiklopedi Larangan, (Niaga Swadaya, 2010), hlm 177
[8] Fathurrahman, Ahmad Hotib, Budi Rasyadi (terj). “Tafsir al-Qurthubi”, (pusaka Azzam: Jakarta, 2007), hlm. 115-132.
[9] M. Ali al-Shabuni, Rawai’ al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam (tp: Mekah al-Mukarramah, tt) juz.I, hlm. 270.
[10] M. Ali al-Shabuni, Rawai’ al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam (tp: Mekah al-Mukarramah, tt) juz.I, hlm. 274.
[11] Departemen Agama RI, ‘Kesehatan dalam Perpektif Al-Qur’an’, hlm. 288
[12] Q. Shaleh, “Asbabun Nuzul” (Diponegoro: Bandung, 2007) hlm. 139.
[13] Departemen Agama RI, Kesehatan dalam Perpektif Al-Qur’an.., hlm. 288
[14] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mişbāĥ, (Jakarta: Mizan, Jilid I), hlm. 471
[15] Q. Shaleh, “Asbabun Nuzul” (Diponegoro: Bandung, 2007) hlm. 139
[16] Jalāluddīn al-Suyūtī, al-Jāmī’ al-Şaghīr (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, t.th.), Jilid II, hlm. 123.
[17] M. Ali al-Shabuni, Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam, Mu’ammal Hamidy dan Imron A Manan (terj). (PT. Bina Ilmu: Surabaya, 2003) juz.1, hlm. 218.
[18] MUI, Himpunan Fatwa MUI (jakarta: Penerbit Erlangga, 2011), hlm. 595
[19] Depag RI, Kesehatan dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Lajnah Pentashhihan Mushhaf Al-Qur’an, 2009), hlm. 281-284.
[20] Mutscher, Ernst. 1991. Dinamika Obat. Bandung : Penerbit ITB. Hlm. 750
[21] Tjay, Tan Hoan & Kirana Rahardja. 1986. Obat-Obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. (Edisi IV, 1986) .hlm. 711
[22] Mutscher, Ernst.. Dinamika Obat. (Bandung : Penerbit ITB, 1991). Hlm. 751
[23] Mustafa KS, Alkohol Dalam Pandangan Islam dan Ahli-Ahli Kesehatan, (Bandung : PT Alma’arif, 1983), hlm: 23
[24] Ansel, Howard C.. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. (Jakarta : UI Press, 1989). Hlm ... 606
[25] Tjay, Tan Hoan & Kirana Rahardja. Obat-Obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya …. hlm. 612
[26] Ansel, Howard C.. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi… Hlm. 537
[27] Ansel, Howard C.. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi… Hlm. 537
[28] Al-Shabuny, Rawai’ al-Bayan, Tafsir Ayat Al-Ahkam, (Bairut : Dar al-Fikr, t. th.). Jilid I, h. 267
[29] Huzaemah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah., h. 72, 73.
[30] Imam Muslim, Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawy, (Mesir : Mathba’ah Mishriyah, t. th), Jilid XIII, h. 172.
[31] Syarh Shahih Muslim, 7/190
[32] Fatwa MUI, Nomor 11 Tahun 2009 Tentang HUKUM ALKOHOL. Hlm: 694
[33] Fatwa MUI, Nomor 11 Tahun 2009 Tentang HUKUM ALKOHOL. Hlm: 695
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KOMPATIBILITAS SISTEM DEMOKRASI DI INDONESIA DENGAN TEKS AL-QUR’AN

Oleh : Lutfiyatun Nakiyah PENDAHULUAN A.   Latar Belakang Sistem politik pemerintahan berkembang demikian pesatnya dari masa...