PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Mahmud Yunus merupakan salah
seorang Mufassir Indonesia yang mampu menafsirkan al-Qur’an 30 Juz lengkap. Ia
tumbuh pada saat penerjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa Indonesia merupakan hal
yang diharamkan pada Ulama’ semasanya. Tindakannya yang progresif ini terbukti
menyadarkan kita bahwa Tafsir bukanlah karya yang mustahil jika umat Islam
benar-benar mengkaji keilmuan dan persyaratan penafsiran. Islam menjadi semakin
difahami dengan adanya Tafsir-tafsir bahasa Indonesia yang bermunculan di abad
20-an. Karnanya agama merupakan salah satu upaya agar mampu meningkatkan
moralitas ummat yang kini menurun. Lahirnya Tafsir masakini juga tidak luput
dari upaya ulama masa lalu yang turut mengkaji dan menafsirkan al-Qur’an
meskipun masih tergolong penafsiran yang gobal. Namun sejarah membuktikan bahwa
eksistensi dari progresifitas ummat yang berkembang dan maju harus sebenarnya
telah ddimulai dari sejarah. Karenanya tiap decade dan periode hendaknya
menciptakan sejarahnya sendiri khususnya Umat Islam dalam bidang terpenting
yakni penafsiran al-Qur’an.
- Rumusan Masalah
a.
Biografi dan karya-karya Mahmud
Yunus
b.
Sekilas tentang kitab Tafsir
al-Qur’an al-Karim , metode, corak, sistematika, dan contoh penafsirannya.
PEMBAHASAN
A.
Biografi Prof.
DR. H. Mahmud Yunus
1.
Profil Mahmud
Yunus
Mahmud Yunus dilahirkan dari
pasangan Yunus B. incek dan hafsah binti Imam Sami’un, Mahmud Yunus lahir pada
tanggal 10 februari 1899 M/30 Ramadhan 1316 H, di desa Sunggayang, Batusangkar,
Sumatra Barat. Ayahnya adalah seorang
imam, sedangkan ibunya adalah anak dari Engku Gadang M.Thahir bin Ali. Ketika
usianya masih balita, ayah ibunya Mahmud Yunus bercerai, ia ikut ibunya, dan
hanya sekali ayahnya menjenguknya.[1] Mahmud Yunus tumbuh
dikalangan keluarga yang taat beragama. Ayahnya bernama Yunus bin Incek,
seorang pengajar di Surau dan Ibunya
Hafsah binti Imam Samiun adalah
anak Engku Gadang M. Tahir bin Ali, pendiri serta pengasuh surau si
wilayah tersebut.[2] Meski ada yang
mengatakan bahwa ayah dan Ibu Mahmud Yunus bercerai sejak balita, namun Yunus
tetap antusias dalam belajar baik agama maupun umum. Yunus memulai pendidikannya
dengan belajar Alquran dan bahasa Arab, yang langsung ia peroleh dari kakeknya.
Di samping mendapat pendidikan
agama, Yunus juga pernah bersekolah di pendidikan sekuler, yakni di Sekolah
Desa pada tahun 1908. Tahun pertama Sekolah Desa ia selesaikan hanya dalam masa
4 (empat) bulan, karena ia memperoleh penghargaan untuk dinaikkan ke kelas
berikutnya. Pendidikan di Sekolah Desa hanya dijalaninya selama kurang dari
tiga tahun. Sebab, pada waktu belajar di kelas empat, Yunus menunjukkan
ketidakpuasannya terhadap mata pelajaran di sekolah tersebut. Karena merasa
masih haus pengetahuan, Yunus lantas pindah belajar di madrasah milik H. M
Thaib Umar di Tanjung Pauh Sunggayang. Madrasah ini bernama Madras School. Di
sekolah ini, ia mempelajari ilmu Nahwu, ilmu Sharaf, Berhitung dan Bahasa Arab.
Siang hari ia belajar disana dan malam harinya mengajar di Surau kakeknya.[3]
Di tangan Thaib Umar ini Yunus
dapat mempelajari pelbagai disiplin keilmuan Islam. Selain ilmu-ilmu keagamaan
yang ia dapatkan, Ia juga mewarisi semangat pembaharuan sang guru. Pada tahun
1917, Syekh H.M. Thaib Umar sakit. Karena itu, Yunus secara langsung ditugasi
untuk menggantikan gurunya memimpin Madras School. Saat bersamaan, dalam
rentang waktu 1917-1923, di Minangkabau tengah tumbuh gerakan pembaruan Islam
yang dibawa oleh para alumni Timur Tengah. Umumnya, pembaruan Islam ini
terwujud dalam dua bentuk, yakni purifikasi dan modernisasi. Para alumni
Timur Tengah lebih condong dalam gerakan purifikasi, yaitu gerakan yang
bertujuan untuk mengembalikan Islam ke zaman awal Islam dan menyingkirkan
segala tambahan yang datang dari zaman setelahnya.[4]
Tak heran hanya dalam waktu empat
tahun ia telah dipercaya oleh sang Guru untuk menggantikannya mengajar bahkan
mewakilinya dalam forum akbar ulama Minangkabau tahun 1919 di Padang Panjang.
Lalu pada tahun 1920 Yunus membentuk perkumpulan pelajar Islam yang juga
menerbitkan majalah al-Basyir, dan Yunus sebagai pemimpi redaksinya.
Pada tahun 1924, Yunus mendapat kesempatan untuk belajar di al-azhar,
Kairo-Mesir. Dalam tempo setahun ia mampu mempelajari ushul fiqh, fiqh hanafi
dan tafsir. Karena kebriliannya ini ia mendapatkan Syahadah ‘alimiyah dari
al-Azhar , dan menjadi orang kedua yang menyabet predikat tersebut.[5] kemudian pada tahun
1926-1930 belajar di madrasah darul ulum ulya, beliau adalah orang Indonesia
yang pertama belajar disini. Beliau mengambil takhasshus tadris sampai
memperoleh ijazah tadris (diploma guru).[6]
Kemampuan mengajar yang ia miliki
sejak masih belajar di Batusangkar memantabkan karier ke-guru-annya terutama
setelah ia kembali dari Mesir. Secara terus menerus Mahmud Yunus mengajar dan
memimpin berbagai sekolah, yakni pada al-Jami’ah al-Islamiyah Batusangkar (1931-1932),
Kuliyah Mu’alimin Islamiyah Noramal Islam Padang (1932-1946), Akademi Pramong
Praja di Bukit Tinggi (1948-1949), Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) Jakarta
(1957-1980), menjadi Dekan dan Guru Besar pada fakultas Tarbiyah IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta (1960-1963), Rektor IAIN Imam Bonjol Padang (1966-1071).
Atas jasa-jasanya dibidang pendidikan ini, pada 15 Oktober 1977, IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta menganugerahi Mahmud Yunus Doctor Honoris Causa dalam Ilmu
Tarbiyah.[7]
Selain itu Yunus juga sering
berkunjung ke luar negri, baik sebagai tugas yang diberikan pemerintah kepada
beliauu maupun atas undangan untuk menghadiri berbagai muktamar. Prof. DR. H.
Mahmud Yunus juga banyak menulis buku, terutama buku pelajaran agama islam
untuk anak-anak, termasuk pula tafsir dan terjemahan al-qur’an.[8] Pada awal tahun
1970 kesehatan Mahmud Yunus menurun dan bolak balik masuk rumah sakit.
Sepanjang hidupnya, Mahmud menulis tak kurang dari 43 buku. Pada tahun 1982,
Mahmud Yunus meninggal dunia.
2. Karya-karya Mahmud Yunus
Pada perjalanan hidupnya, ia telah
menghasilkan buku sebanyak 82 buah meskipn sebagian menyebutkan karyanya hanya
berkisar 43 buku. Dari jumlah itu, Yunus membahas berbagai bidang ilmu, yang
sebagian besar adalah bidang-bidang ilmu agama Islam, seperti bidang Fiqh,
bahasa Arab, Tafsir, Pendidikan Islam, Akhlak, Tauhid, Ushul Fiqh, Sejarah dan
lain-lain.
Di antara bidang-bidang ilmu yang
disebutkan, Yunus lebih banyak memberi perhatian pada bidang pendidikan Islam,
bahasa Arab (keduanya lebih banyak memfokus pada segi metodik), bidang Fiqh,
Tafsir dan Akhlak yang lebih memfokus pada materi sajian. Sesuai dengan
kemampuan bahasa yang ia miliki, buku-bukunya tidak hanya ditulis dalam bahasa
Indonesia, akan tetapi juga dalam bahasa Arab. Ia memulai mengarang sejak tahun
1920, dalam usia 21 tahun. Karirnya sebagai pengarang tetap ditekuninya pada
masa-masa selanjutnya. Yunus senantiasa mengisi waktu-waktunya untuk menulis, dalam
situasi apapun.[9]
Adapun diantara karya-karya Mahmud
Yunus ialah:[10]
1.
Tafsir al-Quran tamat 30 juz, tahun
1938.
2.
Hukum Warisan dalam Islam. untuk
tingkat Aliyah.
3.
Perbandingan Agama, untuk tingkat
Aliyah.
4.
Hukum perkawinan dalam Islam, 4
Madzhab.
5.
Ilmu Mustalahul Hadist, bersama H.
Mahmud Aziz.
6.
Kesimpulan isi al-Quran, untuk
Muballigh-Muballigh / umum.
7.
Allah dan Makhluq-Nya, Ilmu Tauhid
menurut Al-Quran.
8.
Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia.
9.
Pendidikan-Pendidikan Umum di
Negara-negara Islam/Pendidikan Barat.
10. Ilmu Jiwa
kanak-kanak, kuliyah untuk kursus-kursus.
11. Pedoman Dakwah
Islamiyah, kuliyah untuk dakwah.
12. Dasar-dasar
Negara Islam.
13. Juz Amma dan
terjemahnya.
B.
Sekilas
Tentang Tafsir al-Qur’an al-Karim
Secara singkat, aktivitas seputar
Al Quran di Indonesia dirintis oleh Abdur Rauf Singkel, yang menerjemahkan Al
Quran ke dalam bahasa Melayu, pada pertengahan abad XVII. Upaya rintisan ini
kemudian diikuti oleh Munawar Chalil (Tafsir Al Quran Hidayatur rahman),
A.Hassan Bandung (Al-Furqan, 1928), Mahmud Yunus (Tafsir Quran Indonesia,
1935).[11] Dalam konsep
Howard M. Federspiel, ia membagi
kemunculan dan perkembangan Tafsir di Indonesia dalam 3 periode. Yakni periode
pertama mulai abad ke-20 ditandai dengan penafsiran terpisah-pisah, periode kedua (1960)
dengan ditandai dengan catatan kaki
kemudian periode ketiga (1970) ditandai dengan penjelasan yang lebih luas dari
periode kedua.[12] Karya Mahmud Yunus
tetap menjadi literature yang paling popular di bandingkan karya Tafsir
semasanya meskipun kemudian lahirlah karya-karya Tafsir yang lebih ilmiah.[13]
Sedangkan Baidan mengelompokkan , setidaknya
ada enam buah karya Tafsir yang muncul pada masa Mahmud Yunus yang
berturut-turut hingga menjelang kemerdekaan Indonesia menurut Nashruddin
Baidan:
a.
A.Hassan Bandung (Al-Furqan, 1928)
b.
Al-Qur’an Indonesia oleh Syarikat
Kweek School Muhammadiyah (1932)
c.
Tafsir Hibarna oleh Iskandar Idris
(1934)
d.
Tafsir asy-Syamsiyah oleh KH.
Sanusi (1935)
e.
Tafsir Al-Qur’annul karim oleh Mahmud
Yunus (1938)
f.
Tafsir Qur’an Bahasa Indonesia oleh
Mahmud Aziz (1942)
Jika keenam kitab tersebut diamati
secara seksama maka secara umum penafsiran mereka belum terlau signifikan
perkembangannya. Namun bagaimanapun karya para Ulama tersebut sangat berarti
karena merupakan upaya konkrit dan sistematis dalam usaha untuk memahami
al-Qur’an.[14] Manfaat tersebut
juga dapat dirasakan pada generasi-generasi setelahnya. Bila diteliti lebih
lanjut lagi, dalam penafsiran yang mereka berikan secara umum masih dipengaruhi
oleh budaya dan tradisi Arab sehingga budaya dan bahasa Indonesia belum
terlihat secara ekplisit.[15]
Selanjutnya, Mahmud Yunus mulai
menterjamahkan al-Qur’an dan diterbitkan tiga juz dengan huruf arab-melayu pada
tahun 1922. Meskipun saaat itu para ulama mengharamkan penterjemahan al-Qur’an
tetapi ia tetap berusaha untuk menterjemahkan al-Qur’an.[16] Pada bulan
ramadhan tahun 1354 H/Desember 1935, Mahmud mulai menterjemahkan al-Qur’an
serta tafsir ayat-ayat yang di anggap penting, yang kemudian dinamai dengan
tafsir al-Qur’an al-Karim. Pada waktu menterjemahkan juz 7 sampai juz 18 beliau
dibantu oleh almarhum H. M. K. Bakry, pada bulan april 1938 beliau
menyelesaikan tiga puluh juz dan di sebar luaskan keseluruh Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka, pada
tahun 1950 dengan persetujuan menteri agama almarhum Wahid Hasyim, salah satu
penerbit Indonesia hendak menerbitkan tafsir al-Qur’an al-Karim itu dengan
mendapat fasilitas kertas dari menteri agama dan dicetak sebanyak 200.000
eksemplar.
Kabarnya ada bantahan dari ulama
Yagyakarta, supaya diberhentikan mencetak tafsir al-Qur’an itu, bantahan itu
dikirimnya kepada menteri agama R.I.
hingga membuat percetakan tidak lagi mau menerbitkan Tafsir al-Qur’anul Karim. Akhirnya
di ambil alih oleh M.Baharta direktur percetahan Ma’arif Bandung, lalu dicetak
dan diterbitkan sebanyak 200.000 eksemplar dan dijualnya dengan harga Rp. 21.00
per eksemplar.
Pada tahun 1953 M seorang ulama
dari Jatinegara membantah pula, bantahan itu dikirimnya pada Presiden R.I. dan
menteri Agama. Salinannya disampaikan kepada beliau (Mahmud Yunus) oleh
kementerian agama, kemudian beliau membalas suratnya dengan panjang lebar dan
mengukuhkan pendiriannya untuk tetap menerbitan Terjemah alQur’an yang
merupakan Tafsir Bahasa Indonesia pertama tersebut. Tembusannya beliau kirimkan
kepada Presiden R.I. dan menteri agama, akhirnya tidak ada yang mengganggu
gugat lagi.
Kemudian setelah menyelesaikan
percetakan itu, beliau bersama istrinya (Darisah binti Ibrahim) meneruskan usahanya
dalam menerbitkan tafsir al-Qur’an al-Karim itu. Terjadi beberapa kali revisi,
diantaranya ialah merevisi dari penulisan arab melayu menjadi bahasa Indonesia
dengan penulisan latin sebelum kemudian tafsir al-Qur’an al-Karim diterbitkan
oleh CV. Al-Hidayah.
1.
Motivasi
penulisan Tafsir
Sejak kecil Mahmud Yunus telah
mempelajarari berbagai displin keagaman Islam terutama bahasa Arab. Ia telah
mencintai ilmu-ilmu kebahasaan dan juga menguasai metode mengajar. Minatnya terhadap studi al-Quran serta bahasa
arab telah menimbulkan hasrat besar dalam diri Mahmud Yunus untuk menulis
tafsir al-Quran yang kemudian menjadi karya monumentalnya sendiri yang tetap
populer sampai saat ini. Selain itu kebutuhan untuk mengajar dan menjadikan
al-Qur’an aar lebih mudah dipahami oleh umat Islam di Nusantara.
Penulisan tafsir ini dimulai pada
November 1922 yang dilakukan secara berangsur-angsur juz demi juz sampai dengan
selesai juz ke-tiga puluh. Perlu di garis bawahi disini bahwa upaya penulisan
Mahmud Yunus ketika itu, merupakan tindakan yang cukup berani disaat masih
maraknya pandangan yang mengatakan bahwa haram menterjemahkan al-Quran.
2.
Sistematika
Penulisan Tafsir
Kitab ini terdiri dari dua jilid
yaitu pertama satu jilid tamat dari juz 1 sampai dengan 30, kedua , tiga jilid,
pertama dari juz 1 sampai dengan juz 10, jilid kedua dari juz 11 sampai dengan
20, jilid ketiga dari juz 21 sampai dengan 30. Tafsir al-Quran ini sistematika
penafsirannya sama seperti isi al-Quran dan terjamahan disamping kanan ayat
(setiap ayat) kemudian terjemahannya dibawahnya terdapat penafsiran.
Sistematika penafsiran Mahmud Yunus menafsirkan seluruh ayat sesuai susunannya
dalam mushaf al-Quran ayat demi ayat, surat demi surat, dimulai dengan surat
al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Naas. Maka secara sitematika penafsiran
tafsir ini menempuh tartib Mushaf.[17]
3.
Sumber-sumber
tafsir al-Qur’an al-Karim:
1.
Tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an
2.
Tafsir al-Qur’an dengan hadis yang
shahih
3.
Tafsir al-Qur’an dengan perkataan
sahabat
4.
Tafsir al-Qur’an dengan perkataan
tabi’in
5.
Tafsir al-Qur’an dengan ilmu bahasa
‘arab bagi ahli ilmu lughah ‘arabiyyah
6.
Tafsir al-Qur’an dengan ijtihad
bagi ahli ijtihad.
Jadi, sumber utama penafsiran Mahmud Yunus masih tergolong
bil-ma’tsur.
4.
Referensi
penafsiran dari pelpagai kitab-kitab tafsir, diantaranya adalah:
1)
Tafsir al-Thabary
2)
Tafsir Ibn Katsir
3)
Tafsir al-Qasimy
4)
Fajrul Islam
5)
Dhuhal Islam[18]
5.
Metode dan
corak Penafsiran al-Qur’an al-Karim
Tafsir al-Quran Karim Mahmud Yunus ini
menunjuk pada metode tahlili, suatu metode tafsir yagn bermaksud menjelaskan
kandungan ayat-ayat al-Quran dan seluruh aspeknya. Dalam tafsir Mahmud Yunus,
aspek kosa kata dan penjelasan arti global tidak selalu dijelaskan. Kedua aspek
tersebut dijelaskan ketika dianggap perlu.[19] Dalam pandangan
Nashruddin Baidan, Tafsir Mahmud Yunus ialah ‘umum’ sebagaimana Tafsir yang
tumbuh semasanya. Artinya belum ada suatu ke-khas-an yang khusus dalam
Tafsirnya.
6.
Kelebihan
sistematika penulisan Tafsir al-Qur’an al-Karim
1)
Terjemahan al-Qur’an disusun baru,
sesuai dengan perkembangan bahasa Indonesia
2)
Teks al-Qur’an dan terjemahan
disusun sejajar, sehingga memudahkan pembaca untuk mencari terjemah.
3)
Keterangan-keterangan atau
penafsirannya diletakkan dihalaman ayat yang bersangkutan (footnote)
4)
Keterangan-keterangan ayat ditambah
dan diperluas, Mahmud Yunus juga menambahkan keterangan dan mengaitkannya
dengan isu-isu kontemporer saat itu.[20] [21]
7.
Contoh
Penafsiran
Contoh Tafsir
Mahmud Yunus dalam surat An-Nisa’ ayat 9:
|·÷uø9ur úïÏ%©!$# öqs9
(#qä.ts? ô`ÏB
óOÎgÏÿù=yz ZpÍhè $¸ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøn=tæ
(#qà)Guù=sù ©!$# (#qä9qà)uø9ur
Zwöqs% #´Ïy
Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah
orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar.
Keterangan ayat 9: “ dalam ayat ini Allah
menganjurkan kepada orang tua agar memikirkan akibat anak-anaknya yang masih
lemah (kecil), bila ia meninggal dunia. Sebab itu hendaklah ia bertakwa dan
berusaha meninggalkan harta pusaka untuk mereka. Janganlah mewasiatkan hartanya
untuk fakir miskin dan amalan sosial lebih dari mestinya, supaya tidak
terlantar kehidupan anak-anaknya yang masih kecil itu.
Menurut islam, berwasiat itu hukumnya sunnah,
sedang mendidik anak-anak hukumnya wajib. Yang wajib harus didahulukan daripada
yang sunnah. Demikian hukum islam
8.
Lampiran
contoh Kitab Tafsir.
Berikut ini penulis melampirkan
contoh Kitan Tafsir al-Qur’an al-Karim karya Mahmud Yunus. Lampiran itu juga
menunjukkan sistematika, karakteristik Tafsir, corak umum dan metode Tahily dan
juga sumber penafsiran Bil Ra’yi karna upaya penerjemahan tersebut juga
merupakan suatu ijtihad berdasarkan Ra’yu.
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Mahmud Yunus merupakan salah satu
mufassir dan penulis produktif yang menulis sejak usia 21 tahun dan mengajar
sejak dini. Minat dalam dunia pendidikan ini tidak hanya mengantarkannya ke
berbagai daerah dan belahan dunia namun juga mempengaruhi sistem pendidikan
agama Islam dimasanya hingga sekarang. Beliau adalah alah satu tokoh yang
berpengaruh di Indonesia karena produktivitas tulisannya dan juga progresfitas
pemikirannya.
2.
Tafsir al-Qur’an al-karim merupakan
penafsiran dengan corak umum dan global. Metode yang digunakannya juga
tergolong tahlily. Penafsirannya masih sebatas penjelasan Al-Qur’an secara
global dan belum sampai pada taraf yang khas dan khusus.
DAFTAR PUSTAKA
Baidan, Nashruddin Perkembangan Tafsir al-Qur’an di Indonesia,
Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003
Federspiel, Howard M. Kajian al-Qur’an di Indonesia, Bandung:
Penerbit Mizan, 1994
Ghofur, Saiful Amin, Profil Para Mufassir, Yogyajarta:
Pustaka Insan Madani, 2008
Gusmian, Islah, Khazanah
Tafsir di Indonesia, Bandung: penerbit Teraju, 2003 2003
Mohammad, Herry dkk. Tokoh-tokoh Islam Yang
Berpengaruh Abad 20, Jakarta: Gema Insani Press, 2006
Yunus, Mahmud. Tafsir al-Qur’an al-Karim, Jakarta:
PT.Hidakarya Agung,1969
[1] Herry Mohammad, dkk. Tokoh-tokoh Islam
Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani Press, 2006). Hal. 85-86
[2] Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufassir,
(Yogyajarta: Pustaka Insan Madani, 2008), hal: 197
[3] http://menyempal.wordpress.com/kajian-pemikiran/tafsir-alquran-mahmud-yunus/
di unduh pkl 12:19 tgl 20-10-11
[4] http://menyempal.wordpress.com/kajian-pemikiran/tafsir-alquran-mahmud-yunus/
di unduh pkl 12:19 tgl 20-10-11
[5] Saiful Amin … hal: 198
[6] Herry Mohammad, dkk… Hal. 85-86
[7] http://pusat-akademik.blogspot.com/2008/10/tafsir-al-quran-al-karim-mahmud-yunus.html,
di unduh pkl 12:19 tgl 20-10-11
[8] Mahmud Yunus. Tafsir al-Qur’an al-Karim,
(Jakarta: PT.Hidakarya Agung,1969). Lihat kulit depan tafsir beliau.
[9] Saiful Amin … hal: 200
[10] http://pusat-akademik.blogspot.com/2008/10/tafsir-al-quran-al-karim-mahmud-yunus.html,
di unduh pkl 12:19 tgl 20-10-11
[11] http://luluvikar.wordpress.com/2004/12/22/arkeologi-pemikiran-tafsir-di-indonesia/ diunduh pada
12:59
[12] Islah Gusmian, Khazanah Tafsir di
Indonesia, (Bandung: penerbit Teraju, 2003), hal: 65
[13] Howard M. Federspiel, Kajian al-Qur’an di
Indonesia, (Bandung: Penerbit Mizan, 1994), hal: 130
[14] Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir
al-Qur’an di Indonesia, (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003) hal:
88
[15] Nashruddin Baidan … hal: 89
[16]Mahmud Yunus. Tafsir al-Qur’an al-Karim,
(Jakarta: PT.Hidakarya Agung,1969), hal. III Pendahuluan
[17] http://pusat-akademik.blogspot.com/2008/10/tafsir-al-quran-al-karim-mahmud-yunus.html,
di unduh pkl 12:19 tgl 20-10-11
[18] Mahmud Yunus. Tafsir al-Qur’an al-Karim,
(Jakarta: PT.Hidakarya Agung,1969). Hal. VI pendahuluan
[19] http://pusat-akademik.blogspot.com/2008/10/tafsir-al-quran-al-karim-mahmud-yunus.html,
di unduh pkl 12:19 tgl 20-10-11
[20] Seperti halnya dengan isu hukum ber-Jilbab di
Indonesia. (Lihat di ayat-ayat Aurat dalam Tafsir al-Qur’anul Karim)
[21] Mahmud Yunus. Tafsir al-Qur’an al-Karim,
(Jakarta: PT.Hidakarya Agung,1969), hal. VI-V Pendahuluan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar