BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang berfungsi sebagai petunjuk
bagi manusia. Sebagai kalam Allah SWT, yang notabene berbeda dengan kalam
manusia, tentu hanya Dialah satu-satunya yang paling mengerti maksudnya.
Sebagai petujuk hidup, tentu manusia harus berupaya memahaminya dengan
pemahaman yang mendekati pemiliknya.dalam konteks seperti inilah, tafsir atas
ayat-ayat al-Qur’an diperlukan.
Tafsir al-Qur’an sebagai yang berfungsi menjelaskan kandungan
al-Qur’an telah dimaknai dan berkembang demikian pesatnya sejak keterbukaan
kaum Ulama muslim untuk melakukan Ijtihad terhadap berbagai hal tidak saja
dengan dalil Naqli, hadits, qoulusshohabi namun juga dengan dalil Aqli. Al-razi
merupakan salah seorang mufassir yang hidup pada masa kejayaan Islam dan
berusaha menafsirkan al-Qur’an dengan logika dan keilmuan yang pada masa itu.
Ia menyingkap substansi atau ruh al-Qur’an tidak hanya dari sisi kebahasaan
namun juga hikmah dan pelajaran dari berbagai sisi ilmu pengetahuan, seperti
dalam Tafsirnya Mafatih al-ghaib.
Begitu besar sumbangsih yang ditorehkan oleh beliau dalam kaitannya
penafsiran dan dasar-dasar disiplin sains. namun para Ulama mengomentari Tafsir
al-Razi tersebut “didalamnya terdapat segala sesuatu kecuali Tafsir”. Penulis
berpendapat ini hanya karena disiplin ilmu yang belum di spesialisasi secara
pasti saja pada masa beliau. Bagaimanapun dunia Islam perlu mengapresiasi
al-razi karena uasahanya menafsirkan al-Qur’an yang menurut beliau relevan
dengan zamannya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana biografi Al-Razi?
2.
Bagaimana penulisan Tafsir Mafatih al-Ghaib karya Al-Razi?
BAB II
PEMBAHASAN
AL Razi dan Karya Intelektual Tafsirnya
A.
Biografi Al-Razi
Al-Razi merupakan sosok Inteketual Islam yang hidup pada masa
pemerintahan Abbasiyah. Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Umar bin
Husain bin al-Hasan bin Ali Al-Quraisyi At-Taini Al-Bakri Ath-Thabrastani
al-Razi dan ia mendapat gelar Farkruddin, tapi masyhur juga dengan nama Ibnu
Al-Khatib. Al-Razi dilahirkan pada tanggal 15 Ramadhan 543H /1149 M di Ray.[1] Orang
tuanya adalah salah seorang Imam Umat Islam, yang unggul dalam ilmu kalam, dan
memiliki sebuah kitab bernama غاية المرام yang
terdiri dari 2 jilid.
Masa kecilnya dibawah asuhan orang tuanya, dia tekun belajar pada
orang tuanya, dia terpengaruh orang tuanya, maka pandanganya dengan banyak hal
sama dengan orang tuanya. Dia kagum sama orang tuanya sehingga dia banyak
mengutip perkataan orang tuanya.[2] Ayahnya
bernama Dhiya’uddin Umar yang lebih terkenal dengan nama Khatib ar-Rayy.
Karenanya ia juga menyandang gelar “Ibnu Khatib ar-Rayy”. Ia banyak belajar
keilmuan Islam dari sang ayah hingga akhir hayatnya.
Ia lahir dikalangan penganut madzhab Syafi’i dalam fiqh, dan aliran
Asy’ary dalam teologi.[3] Ia
berguru dengan berbagai guru di berbagai tempat. Ia belajar sampai pada di
Khawarizmi dan Khurasan. Nama gurunya diaantaranya ialah Al-Baghawi, Al-Kamal
as-Sam’ani, al-Majdi al-Jaili, dan banyak lagi Ulama yang sezaman dengan
mereka. Konon, Al-Razi mempunyai daya ingatan yang kuat hingga mampu menghafal
diluar kepala risalah teologi asy-Syamil Fi Ushuliddin, karya Imam
Al-Haramain (Abu Al-Ma’ali al-Juwaini). Matarantai guru-gurunya dalam fiqh dan
sampai pada Imam Syafi’i, sedang teologi sampai pada Imam al-Asy’ary.[4]
Setelah mengauasai filsafat dan kalam dan ilmu-ilmu Islam lainnya,
al-Razi berkelana ke Bukhara, Khawarizm dan Mawara an-Nahar (Transoksiana),
Asia Tengah dan berdiskusi dengan para cendekiawan lokal. Al-Razi memperoleh
popularitas berkat kepakaran dan kefasihan berpidato dengan bahasa Arab dan
Persia. Para cendekian dari berbagai daerah mengunjungi diskusi-diskusi
keilmuannya.[5]
Al-Razi mengungguli para pakar pada zamannya dalam ilmu religius
dan duniawi. Dalam bidang filsafat, ia banyak dipengaruhi oleh karya-karya
Muhammad Ibnu Zakariya ar-Razi, Al-Farabi, Ibnu Sina dan Imam al-Ghazali.
Al-Razi berjasa besar terhadap Umat melalui buku-buku yang ditulisnya secara
jelas dan tepat tentang beragamnya ilmu pengetahuan. Ia mempopulerkan filsafat,
kalam, mantiq, fiqih, Ushul Fiqh melalui pemaparannya yang rasional dan mudah
dalam bahasa Arab dan Persia. Kitab Tafsirnya, meskipun dikritik “memuat segala
sesuatu kecuali Tafsir”, telah memungkinkan orang-orang mengapresiasikan
berbagai pandangan dari Mu’tazilah, para Filosof dan sekte-sekte Islam lainnya
yang sebenarnya tidak berbenturan dengan keyakinan kita.[6]
Murid Al-Razi sangatlah banyak sehingga ia mempunyai murid yang
berkhadam/mengabdikan diri turut disampingnya sekitar 300 orang. Karangannya
mencapai 200 kitab.[7]
Dan diantara karya-karyanya yang populer hingga kini ialah:
-
Mafatuhul Gaib (Tafsir Qur’an),
-
Asrarut Tanzil wa Anwarut Ta’wil (Tafsir Qur’an,
-
Ihkamul Ahkam,
-
Al-Muhassal fi Usulil Fiqh,
-
Al-Burhan fin Qira’atil Qur’an,
-
Durratut Tanzil wa Gurratut Ta’wil fil Ayaatil Mutasyabihat,
-
Syarhul Isyarat wat Tanbihat li Ibn Sina,
-
Ibtalul Qiyas,
-
Syarhul Qanun li Ibn Sina,
-
Ta’jizul Falasifah
-
Risalatul Jauhar
-
Risalatul Hudus
-
Kitab Al-milal Wan Nihal
-
Muhassalu Afkari Mutaqaddimiin Wal Muta’akhiriin minal Hukamaa’ Wal
Mutakallimiin Fi ‘Ilmil Kalam dan
-
Syarhul Mufassal Liz Zamakhsyari.
Dan banyak lainnya. Al-razi wafat di Harat pada usia 63, Tahun 606
H/1210M.[8]
Al-razi melahirkan karya-karya luar biasa dalam berbagai disiplin Ilmu yang
masih dikaji hingga kini, terutama dalam bidang Tafsir. kitabnya dibukukan
pertama kali tahun 603 H. Yang terdiri dari 32 juz dalam 16 jilid.[9]
B.
Penulisan Tafsir karya AL-Razi
Begitu banyak karya-karya dan sumbangsih dalam keilmuan baik
dibidang keislaman dan juga ilmu pengetahuan eksak. Diantara karya al-Razi yang
terkenal dalam bidang Tafsir ialah kitab Tafsir Mafatih al-Ghaib.
1)
Maksud dan motivasi pebulisan Tafsir al-Ghaib
Adapun
maksud dan motivasi dari tafsir mafatih al-Ghaib, al-razi berusaha menyingkap
hal-hal yang ghaib (substansi/ruh/makna) yang terkandung didalam al-Qur’an.
Yang antara lain:
-
Pertama,
menjaga dan membersihkan al-Qur’an beserta segala isinya dari kecenderungan-kecenderungan
yang rasional, tetapi justru dengan itu diupayakan bisa memperkuat keyakinan
terhadapnya (al-Qur’an);
-
Kedua,
pada sisi lain, ar-Razi meyakini pembuktian eksistensi Allah dengan dua hal,
yaitu “bukti terlihat” dalam bentuk wujud kebendaan dan kehidupan, serta “bukti
terbaca” dalam bentuk al-Qur’an al-Karim. Apabila kita merenungi hal yang
pertama secara mendalam, maka kita akan semakin memahami hal yang kedua,
menurutnya lebih lanjut. Karena itu, dia merelevansikan antara keyakinan ilmiah
dengan kebenaran ilmiah dalam tafsirnya;
-
Ketiga,
ar-Razi ingin menegaskan bahwa sesungguhnya studi balaghah dan pemikiran bisa
dijadikan sebagai materi tafsir, serta digunakan untuk menakwil ayat-ayat
al-Qur’an, selama berdasarkan kaidah-kaidah madzhab yang jelas, yaitu Ahlus
Sunnah wal Jama’ah.[10]
2)
Tujuan Tafsir al-Razi
Dalam penafsirannya al-Razi banyak membicarakan dalil-dalil dalam
pembahasan-pembahasan tentang Tuhan. Ia menentang aliran Mu’tazilah dan
aliran-aliran yang dianggap sesat lainnya dengan argumentasi yang kuat dan
bukti yang urgen. Selain itu al-Razi menolak tuduhan-tuduhan orang yang
mengingkari agama dengan uraian yang jelas.[11]
Berikut
merupakan poin-poin penting diantara tujuan dari Tafsirnya yaitu:
1.
Mempertahankan al-Qur’an dan membenarkan semua yang ada dalamnya
berdasarkan pandangan logika (akal ) dan mendukung dalil-dalil al-Qur’an dalam
masalah akidah dengan dalil akal, menjawab dan membantah orang yang ragu
terhadap al-Qur’an sehingga tidak ada lagi seorangpun yang ragu bahwa al-Qur’an
itu datangnya dari Allah.
2.
Dari sisi lain, al-Razi yakin bahwa Allah memiliki dua alam yaitu
alam yang bisa dilihat, seperti , ada fenomena alam padat (mati) dan hidup, dan
alam yang kita baca yaitu al-Qur’an. Ketika kita mendalami alam yang pertama, maka
kita akan bertambah faham terhadap alam kedua, untuk itu dia menerapkan
keyakinan ilmiahnya dalam tafsirnya.dia dapat mengalahkan seluruh hakikat
ilmiah yang di kenal pada zaman itu, untuk menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an.
3.
Al-Razi menamakn bahwa studi ilmu balagah dan akal dari segi
keberadaanya merupakan materi untuk tafsir dan menggunakannya dalam menafsirkan
ayat-ayat al-Qur’an, meski memihak pada prinsip-prinsip mazhab tertentu. Dan
dia menemukan bahwa untuk mencapai dan memenangkan satu pemikiran menggunakan
cara-cara mazhab lain. Meskipun dia berada di lingkungan para mufassir
mu’tazilah seperti, abu qasim al-balkhi, abu bakar al-asham dll, ketika dia
ingin melepaskan ikatan ini, di harus mengikuti uslub (cara-cara) yang mereka
gunakan, walaipun dia bukan kelompok mereka, bahkan dia sebenarnya mengenut
ahli sunnah wa al-jama’ah. Inilah mungkin yang menjadi faktor-faktor yang
mungkin menjadi tujuanya dalam menyusun tafsir dan yang untuk membela dan
mendalami ajaranya.[12]
3)
Metode, Sistematika Penulisan, corak dan karakteristik Tafsir
al-Razi
Penulisan dalam Tafsir ini ialah menggunakan metode Tahlily. Tafsir
Al-Razi banyak membahas masalah ketuhanan atau Ilmu Kalam, ilmu alam dan
kosmografi. Disamping itu al-Razi juga mengemukakan pendapat-pendapat para Ahli
Fiqh. Walaupun sesungguhnya sebagian besar Ulama berpendapat bahwa hal tersebut
tidak diperlukan dalam Ilmu Tafsir.
Dengan demikian banyak Ulama yang berpendapat bahwa Tafsirnya
justru menjadi ensiklopedi Ilmiah tentang teologi, kosmologi dan fisika
sehingga ia kehilangan relevansinya sebagai Tafsir al-Qu’an.[13]
4)
Corak Penafsiran al-Razi
corak penafsiran al-razi sangat didominasi oleh ilmu-ilmu rasional,
seperti kedokteran, logika, filsafat, dan hikmah.[14]
Sumber penafsiran al-Razi ialah bil-Ra’yi karena banyak didominasi denga ilmu
logika dan ilmu pengetahuan. Ini menjadikan karakteristik dalam penafsiran
al-Razi bercirikan argumentasi ilmiah maupun logis terutama mengenai ayat-ayat
ketuhanan dan alam.
5)
Sistematika Penulisan Tafsir al-Razi
Adapun sistematika penulisan Tafsir al-Razi, yaitu menyebut nama
surat, tempat turunnya, bilangan ayatnya, perkataan-perkataan yang terdapat
didalamnya, kemudian menyebut satu atau beberapa ayat, lalu mengulas munasabah antara
satu ayat dengan ayat sesudahnya, sehingga pembaca dapat terfokus pada satu
topik tertentu pada sekumpulan ayat. Namun al-Razi tidak hanya munasabah antara
ayat saja, ia juga menyebut munasabah antar surat.
Setelah itu al-Razi mulai menjelaskan masalah dan jumlah masalah
tersebut, misalnya ia mengatakan bahwa dalam sebuah ayat al-qur’an terdapat
beberapa masalah yang jumlahnya mencapai sepuluh atau lebih, lalu menjelaskan
masalah-masalah tersebut dari sisi nahwunya, ushul, sabab al-nuzul, dan perbedaan
qira’at dan lain sebagainya.
Sebelum ia menjelaskan suatu ayat, al-Razi terlebih dahulu
mengungkapkan penafsiran yang bersumber dari Nabi, Sahabat, tabi’in ataupun
memaparkan masalah nasikh dan mansukh, bahkan jarh wa ta’dil.barulah ia
menafsirkan ayat disertai argumentasi ilmiahnya dibidang ilmu pengetahuan,
filsafat, ilmu alam maupun yang lain.[15]
6)
Sumber dan referensi Tafsir al-Razi
Sebelum merujuk pada penafsirannya, al-razi terlebih dahulu
menafsirkan ayat dengan penasiran Nabi saw, sahabat, tabi’in baru kemudian ia
berijtihad dengan pemikiran dan keilmuan dari segala bidang yang ia kuasai.
Dalam penafsiran mengenai bahasa Arab, al-Razi merujuk kitab الزجاج فى معانى القرأن dan merujuk al-Farra’, Mubarrad dan غريب القرأن karya Ibnu Qutaibah. Dalam Tafsir bil
ma’tsur ia merujuk pada Ibnu Abbas,karena dia mengutip dari ibn Abbas makna
kalimat dan makna secara umum, dan mengutip dari mujahid, Qatadah, al-Sady,
Said bin Jabir, al-Thabari padaالبيان جامع ,al-Tsa’labi pada الكشف والبيان dan para perawi dari Nabi, sahabat dan Tabi’in.
Sedangkan dalam Tafsir bil-Ra’yi dia merujuk pada Abu Ali
al-Juba’i, Abu Muslim al-Asfihani, al-Qadhi Abdu al-Jabbar, Abu Bakar al-Asham,
Ali Ibn Isa al-Ramani, al-Zamakhsyari, dan di anatara para mufassir yang banyak mempengaruhinya adalah
al-Naisyaburi pada kita القرأن غرأب dan al-Baidhawi pada kitab التنزلانوار dan al-Alusi pada kitabالمعاني روح dan al-Qasaimi pada kitabالتأول محاسن dan Saayid Muhammad Rasyid Ridha pada
kitab المنار dan al-Thabathabai’ pada kitabن المزا .[16]
7)
Contoh Tafsir al-Razi
4ym÷rr&ur y7/u n<Î) È@øtª[$# Èbr& ÉϪB$# z`ÏB ÉA$t6Ågø:$# $Y?qãç/ z`ÏBur Ìyf¤±9$# $£JÏBur tbqä©Ì÷èt ÇÏÑÈ
§NèO Í?ä. `ÏB Èe@ä. ÏNºtyJ¨W9$# Å5è=ó$$sù @ç7ß Å7În/u Wxä9è 4 ßlãøs .`ÏB $ygÏRqäÜç/ Ò>#u° ì#Î=tFøC ¼çmçRºuqø9r& ÏmÏù Öä!$xÿÏ© Ĩ$¨Z=Ïj9 3 ¨bÎ) Îû y7Ï9ºs ZptUy 5Qöqs)Ïj9 tbrã©3xÿtGt ÇÏÒÈ
Artinya: Dan Tuhanmu
mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di
pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia",
Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah
jalan Tuhanmu yang Telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar
minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang
menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.
Dalam ayat diatas,terdapat beberapa persoalan menurut al-razi, yang
pertama, dalam firman yang berbunyi wa auha robbuka ilannahli ada yang
mengatakan: wahya dan auha bermakna ilham. Yang dimaksud dengan ilham ini ialah
bahwa Allah SWT telah menetapkan pada diri lebah, aktivitas-aktivitas yang
menakjubkan, yang bahkan tidak sanggup dilakukan oleh manusia yang berakal
sekalipun. Yaitu, pertama, lebah-lebah tersebut mampu membangun rumah
segienam, dengan ruas yang sama antara satu sama lain, hanya dengan cetakannya,
sementara manusia yang berakal saja tidak mungkin membangun rumah seperti rumah
tersebut, kecuali dengan peralatan dan perkakas.
kedua, bahwa sudah diakui berdasarkan tata arsitektur andaikan
rumah-rumah lebah tersebut berbentuk selain segienam tentu disela-sela rumah
tersebut dibutuhkan lubang bebas hambatan yang sempit. Namun kalau rumah-rumah
tersebut berbentuk segi enam, maka disela-selanya tidak perlu lubang sempit.
Hewan-hewan tersebut memberikan petunjuk tentang adanya hikmah tersembunyi, detail
dan lembut, yang merupakan bentuk keajaiban.
Ketiga, lebah-lebah tersebut, terdapat satu pemimpin. Dan pemimpin
tersebut ialah lebah yang memiliki tubuh paling besar. Ia bertugas menjalankan
kekuasaan terhadap yang lain. Yang lain mereka, yang lain, akan membantu dan
memikulnya ketika ada angin kencang.semuanya itu juga merupakan bentuk
keajaiban.
Keempat, lebah-lebah tersebut, bila diusir dari sarngnya, maka mereka
pergi bersama yang lain,secara kompak ketempat lain. Bila mereka ingin kembali kesarangnya,
mereka menyembunyikan tambur, alat-alat permainan dan musik, ini juga merupakan
sesuatu yang menakjubkan. Hewan ini sangat istimewa, menakjubkan cerdik dan
pandai, adanya bentuk-bentuk kepandaian ini karena ilham. Yaitu, tentu saja
kondisi yang hampir serupa dengan wahyu.[17]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
·
Al-Razi merupakan sosok Inteketual Islam yang hidup pada masa
pemerintahan Abbasiyah. Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Umar bin
Husain bin al-Hasan bin Ali Al-Quraisyi At-Taini Al-Bakri Ath-Thabrastani
al-Razi dan ia mendapat gelar Farkruddin, tapi masyhur juga dengan nama Ibnu
Al-Khatib. Al-Razi dilahirkan pada tanggal 15 Ramadhan 543H /1149 M di Ray.
·
Penulisan dalam Tafsir ini ialah menggunakan metode Tahlily. Tafsir
Al-Razi banyak membahas masalah ketuhanan atau Ilmu Kalam, ilmu alam dan
kosmografi dan keilmuan lain sebagainya. Al-Razi merelevansikan antara
keyakinan ilmiah dengan kebenaran ilmiah dalam tafsirnya.
B.
Saran dan Kritik
Demikianlah uraian makalah yang dapat kami sampaikan dalam makalah
ini. Kami meyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini,
karenanya saran dan kritik yang
konstruktif sangat kami harapkan, baik dari kalangan pembaca dan juga Ibu dosen
untuk penyempurnaan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Anshori, Tafsir Bil Ra’yi, Jakarata: Gaung Persada Press,
2010
al-Muntasib, Abdul Majid Abdussalam. Ittijahat at-Tafsir Fi
al-Ashari ar-Rahiim, Penj: Maghfur,Muhammad Wahid. Visi dan Paradigma Tafsir al-Qur’an Kontemporer, 1997
al-Qattan, Manna’. Mabahist Fi Ulumil Qur’an, Penj:
Annur Rofiq el-Mazni, Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2006
Ali ash Shobuni, Muhammad. At-Tibyan fi ‘Ulumil Qur’an, penj:
Nur, Qodirun. Jakarta: Pustaka amani, 2001
Mahmud, Mani’ Abdul Halim. metodologi: kajian komprehensif para
Ahli Tafsir, Penj: Faisal Saleh dan
Syahdianor, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2006
ar-Razi, Fakhruddin. Imam Razi’s Ilm Akhlaq, penj: Zaeni,
Mukhtar. Dkk, dengan judul buku Ruh dan Jiwa Tinjauan Filosofis dalam
Prespektif Islam, Surabaya: Risalah Gusti: 2000
Ghafur, Saiful Amin. Profil Para Mufassir al-Qur’an,
Yogyakarta: Pustaka Insani Madani: 2008
[1] Saiful Amin Ghafur, Profil Para Mufassir al-Qur’an, Yogyakarta:
Pustaka Insani Madani: 2008, Hal: 82
[2] Anshori, Tafsir Bil Ra’yi, Jakarata : Gaung Persada Press,
2010, hal.99
[3] Fakhruddin ar-Razi, Imam Razi’s Ilm Akhlaq, penerjemah H.
Mukhtar Zaeni dkk dengan judul buku Ruh dan Jiwa Tinjauan Filosofis dalam
Prespektif Islam, Surabaya, Risalah Gusti: 2000, Hal: 3
[4] Ibid ... hal: 4
[5] Ibid ... hal: 5
[6] Ibid ... hal: 6-7
[7] Mani’ Abdul Halim Mahmud, metodologi:
kajian komprehensif para Ahli Tafsir, Penerjemah: Faisal Saleh dan Syahdianor,
Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2006, hal: 321,
[8] Manna’ Khalil Al-Qattan, Mabahits Fi Ulum al-Qur’an, penj:
Mudzakkir dengan judul buku Study ilmu-ilmu al-Qur’an, jakarta: PT. Pustaka
Litera Antarnusa, 1998, hal: 529
[9] Anshori, Tafsir Bil Ra’yi, Jakarata : Gaung Persada Press,
2010, hal.101
[11] Muhammad Ali ash Shobuni, At-Tibyan fi ‘Ulumil Qur’an, penj: M.
Qodirun Nur, Jakarta: Pustaka amani, 2001, hal: 317
[12] Anshori, Tafsir Bil Ra’yi, Jakarata : Gaung Persada Press,
2010, hal.103
[13] Manna’ al-Qattan, Mabahist Fi Ulumil Qur’an, Penj: Annur Rofiq
el-Mazni, Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2006, hal:
[14] Ibid ...
[15] Anshori, Tafsir Bil Ra’yi, Jakarata : Gaung Persada Press,
2010, hal; 104-105
[16] Anshori, Tafsir Bil Ra’yi, Jakarata : Gaung Persada Press,
2010, hal.103-104
[17]Terjemah Ittijahat at-Tafsir Fi al-Ashari ar-Rahiim, Penerjemah, Muhammad Maghfur Wahid, Visi dan Paradigma Tafsir al-Qur’an Kontemporer, 1997,
Bangil: Alizzah, hal.265-266