Oleh:
Lutfiyatun
Nakiyah
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Modernisasi tidak hanya menuntut umat Islam saat ini
untuk lebih cerdas dalam menyikapi persoalan namun juga menemukan terobosan
dalam tafsir dan ijtihad terkait polemic persoalan kontemporer. Berbagai
teknologi, ilmu dan wawasan berkembang. Penemuan-penemuan ilmiah saat ini juga
membantu umat Islam dalam menjawab dan menemukan llat dari hokum- hokum
yang dahulu belum terpecahkan.
Perkembangan zaman juga emunculkan kreasi-kreasi
baik di berbagai bidang. Makanan dan minuman saat ini misalnya, mengalami
perkembangan baik dari sisi cita rasa, bahan produksi dan juga penyajian. Jika
pada masa Nabi Muhammad Saw Khamr hanya dapat dibuat dengan bahan-bahan alami
saja (misalnya anggur), saat ini, unsure khamr bahkan dapat dibuat dengan
senyawa kimia dan proses pengolahan manusia. Hal-hal semacam ini memerlukan
kontekstualisasi dari Umat Islam. Bagaimanakah Umat islam menyikapi hal ini?
Berikut penulis paparkan kajian ayat ahkam terkait ayat khamr dan maisir serta
alcohol dalam lingkup makanan, minuman, kosmetik dan obat-obatan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah
kajian Tafsir ayat-ayat terkait Khamr dan Maisir ditinjau dari pendekatan
diakronis?
2. Bagaimana
hukum alcohol dalam produk konsumsi minuman, makanan, kosmetik dan obat-obatan?
PEMBAHASAN
A. Ayat-ayat Khamr dan Maisir secara diakronik
Secara
etimologi, khamr (خمر) berasal dari kata khamara
(خمر) yang artinya adalah penutup dan menutupi.
Maksud penutup adalah bahwa khamr dapat menutup akal fikiran dan logika
seseorang bagi yang meminumnya. Sedangkan secara terminologi, khamr berarti
minuman yang dapat menutup akal atau memabukkan, baik orang yang meminumnya itu
mabuk ataupun tidak. Jadi minuman yang memabukkan itu disebut khamr karena ia
dapat menutup akal manusia. Salah satu alasan inilah khamr diharamkan dalam
Islam disamping beberapa alasan lain. Kata khamar
adalah bentuk mashdar dari kata خمرا ـ يخمر -خمر yang berarti tertutup atau tersembunyi.
Kemudian kata khamar ini lazim digunakan untuk sebutan bagi setiap minuman
keras seperti arak dan minuman keras lainnya.[1]
Khamr artinya
adalah semua yang memabukkan lagi menghilangkan akal pikiran dan menutupinya,
dari apa pun macamnya. Sedangkan Maisir /
berjudi adalah segala macam usaha saling mengalahkan yang di dalamnya terdapat
taruhan dari kedua belah pihak seperti dadu atau catur dan segala macam usaha
saling mengalahkan baik perkataan maupun perbuatan dengan taruhan. Berjudi
sangat berbeda dengan perlombaan, semisal perlombaan berkuda, unta dan memanah,
karena hal-hal itu semua adalah boleh karena hal-hal tersebut sangat membantu
dalam jihad, karena itulah Allah membolehkannya. Sedangkan berjudi, salah satu
pihak yang kalah akan merugi dengan ehilangan taruhannya. Perbuatan ini akan
menjadi candu dan akan sangat merugikan serta berbahaya. Judi dalam terminologi agama diartikan
sebagai “suatu transaksi yang dilakukan
oleh dua pihak untuk kepemilikan suatu benda atau jasa yang menguntungkan satu
pihak dan merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan transaksi tersebut dengan
suatu tindakan atau kejadian tertentu.”.
dengan kata lain, berjudi adalah pertaruhan dengan sengaja, yaitu mempertaruhkan satu nilai atau
sesuatu yang dianggap bernilai, dengan menyadari adanya risiko dan
harapan-harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa permainan, pertandingan,
perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak atau belum pasti hasilnya. Adapun pengetahuan dalam pengharaman
khamr dilakukan karena khamr mengganggu stabilitas akal dan mengilangkan
fungsinya, sehingga bisa menimbulkan bahaya besar terhadap tubuh, syaraf, akal,
dan akhlak. Khamr mempengaruhi pusat-pusat syaraf, merangsangnya pada kali
pertama, selanjutnya berubah menjadi kebekuan pada syaraf-syarafnya, dan
berakhir dengan pembiusan dan penghentian aksinya. Oleh karena itu khamr
menyebabkan kematian akibat pengaruh langsung penghentian pusat-pusat syaraf
dalam tubuh.[2]
Keadan
ini dapat kita lihat dalam diri peminum khamr. Pada fase pertama ia akan
kehilangan sifat menjaga kehormatan diri dan rasa malu. Mulutnya mengucapkan
hal-hal seandainya akalnya mampu menahannya ia tidak akan mengucapkan-nya.
Kemudian timbullah perbuatan-perbuatan, gerakan-gerakan, tertawa dengan buruk
dan tanpa sebab. Dalam keadaan mabuk manusia seperti hewan yang hina dan
melanggar kehormatan dan agama. Ia amat mudah terjatuh dalam jurang kehinaan
dan keburukan. Kondisi seperti ini terjadi sesaat dan kemudian menjadi tak
sadar. Pada fase kedua, orang yang meminum khamr akan terganggu proses
berfikirnya, kehilangan perasaan, dan menampakkan diri dalam kebodohan yang
amat sangat. Pada fase ketiga, setelah racun mulai beroperasi di pusat-pusat
syaraf kehidupan dalam tubuh dan menumpulkan pekerjaannya, terjadilah kematian.
Kematian bisa disebabkan oleh khamr yang merusak proses bekerjanya pusat alat
pernafasan dan distribusi darah dalam tubuh.[3]
Larangan
mengkonsumsi khamr dan sejenisnya yang memabukkan dijelaskan secara tegas dalam
Al-Qur’an dan Hadis. Secara diakronik, khamr diharamkan secara bertahap, yaitu
4 tahap dalam waktu yang berbeda, disesuaikan dengan kondisi masyarakat Arab
ketika diturunkan Al-Qur’an.
Tahap
pertama, disebutkan pada QS. Al-Naĥl: 67,
`ÏBur
ÏNºtyJrO
È@ϨZ9$# É=»uZôãF{$#ur
tbräÏGs?
çm÷ZÏB #\x6y
$»%øÍur
$·Z|¡ym
3
¨bÎ) Îû
y7Ï9ºs
ZptUy 5Qöqs)Ïj9
tbqè=É)÷èt
ÇÏÐÈ
“dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang
memabukkan dan rezki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan.”
Allah
menjelaskan, bahwa Khamr (minuman yang memabukkan) adalah berbahan baku
dari kurma dan anggur. Pada saat itu, minuman merupakan salah satu sumber
rezeki masyarakat Arab, seakan-akan ayat ini mengisyaratkan bahwa minuman yang
memabukkan (khamr) bukan rizki yang baik,[4]
sehingga masyarakat Arab hati-hati, namun belum sampai kepada menghindari
konsumsi minuman tersebut.[5]
Fazlur
Rahman juga berpendapat, yang pertama mengharamkan khamr sebenarnya adalah
surat al-A’raf ayat 33 :
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ
رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالإثْمَ وَالْبَغْيَ
بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ
سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لا تَعْلَمُونَ.
“Katakanlah:
"Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun
yang tersembunyi, dan perbuatan dosa
(al-itsm), melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar,
(mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan
hujah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak
kamu ketahui".
Al-itsm
dalam
ayat ini adalah khamr, sebagaimana ditegaskan dalam surat al-Baqarah ayat 219.
Al-A’raf merupakan surat yang turun dalam periode Makiyyah awal.[6]
Kata
al-itsm yang berarti khamr juga terdapat dalam perkataan syair. :
شربت الاثم ضلّ عقلى
كذالك الاثم يذهب بالعقول
“Ku minum khamr hingga akalku hilang, demikian juga dosa dapat membuat akal
menghilang”. Sesungguhnya ia menggunakan kata ‘itsm” sebagai ganti
kata “khamr” secara kiasan atau majaz, yang artinya bahwa khamr itu bisa
menimbulkan perbuatan dosa.[7]
Tahap
kedua, disebutkan dalam Q.S Al-Baqarah : 219,
*
y7tRqè=t«ó¡o
ÇÆtã ÌôJyø9$# ÎÅ£÷yJø9$#ur (
ö@è% !$yJÎgÏù
ÖNøOÎ) ×Î72
ßìÏÿ»oYtBur
Ĩ$¨Z=Ï9 !$yJßgßJøOÎ)ur çt9ò2r& `ÏB
$yJÎgÏèøÿ¯R
3
tRqè=t«ó¡our
#s$tB tbqà)ÏÿZã È@è% uqøÿyèø9$# 3
Ï9ºxx.
ßûÎiüt7ã
ª!$# ãNä3s9 ÏM»tFy$#
öNà6¯=yès9 tbrã©3xÿtFs?
ÇËÊÒÈ
“mereka bertanya kepadamu tentang Khamr dan
judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa
manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya".
Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah:"yang
lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu supaya kamu berfikir,”
Dengan tegas Allah SWT. menyebutkan kata Khamr.
Dalam tafsir Al-Qurthubi
[8] disebutkan bahwa dalam firman Allah diatas terdapat beberapa
masalah,
firman Allah ta’ala يَسْأَلُونَكَ “
Mereka bertanya kepadamu”.
Orang-orang yang bertanya dalam ayat ini adalah orang-orang yang beriman.
Kemudian turunlah ayat tersebut.[9]
Ayat ini turun di Madinah setelah Hijrah. Sebab turunnya
ayat tersebut menurut riwayat Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi dari Umar bin
al-Khaththab bahwasanya ia pernah berdoa: “Ya Allah, terangkanlah kepada kami
tentang (hukum) khamr dengan keterangan yang jelas karena ia telah membinasakan
harta dan merusak akal.
Pada tahapan kedua ini Allah menjelaskan bahwa sebenarnya
dalam khamr tersebut ada dua unsur yang terkandung di dalamnya: manfaat dan
mudharat. Namun Allah juga menegaskan bahwa sebenarnya mudharat yang
ditimbulkan olehnya jauh lebih banyak dari manfaatnya. Menurut al-Shabuni juga,
yang dimaksud dengan manfaat dari khamr adalah manfaat yang didapat dari
memperjual belikan khamr tersebut. Dan menurut Imam al-Qurthubi, manfaat yang
diperoleh dari khamr tersebut karena mereka mengimpor dari Syiria dengan harga
murah kemudian mejualnya di seitar Hijaz (mekah dan Madinah) dengan harga
tinggi. Namun adapula yang berspekulasi bahwa manfaat khamr yaitu rasa lezat (اللذة) dan kondisi mabuk (المزعومة النشوة) yang ditimbulkan
dari zat tersebut.[10]
Dalam ayat
tersebut Allah Swt. menjelaskan bahwa bahaya minuman keras (Khamr) dan
judi lebih besar dosa melaksanakannya daripada manfaatnya. Tetapi
dalam ayat ini belum tegas melarang, karena masih menyebutkan bahwa adanya
manfaat yang dapat diambil dari Khamr. Sikap setelah turunnya ayat ini,
sebagian dari kaum muslim mulai meninggalkan meminum Khamr dan sebagian
lainnya tetap meminumnya.[11]
Dampak dari
pemaknaan ayat yang terdapat pada tahapan kedua pada masa itu ialah timbulnya
dua golongan. Sebagian dari para sahabat meninggalkan minuman khamr karena
melihat ayat “Tapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya” namun sebagiannya
lagi masih melakukannya karena potongan ayat “dan beberapa manfaat bagi
manusia”. Salah satu diantara yang tetap melaksanakannya adalah Abdurrahman bin
‘Auf. Suatu ketika ia menjamu beberapa sahabat Rasul (Ali dan beberapa sahabat
lainnya) dan menyuguhkan khamr kepada mereka. Ketika tiba waktu shalat Ali
ditunjuk menjadi imam dan pada waktu itu beliau keliru membaca salah satu ayat
yang menyebabkan kesalahan yang dianggap fatal. Beliau membaca:
قُلْ
يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ . أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُون
Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, Aku akan
menyembah apa yang kamu sembah”. Kemudian turunlah ayat berikut sebagai
larangan shalat bagi orang mabuk, yang merupakan tahap
ketiga dari rangkaian diakronik pengharaman khamr. [12]
Tahap
ketiga, disebutkan dalam QS. Al-Nisā’: 43.
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#qãYtB#uä w (#qç/tø)s?
no4qn=¢Á9$#
óOçFRr&ur
3t»s3ß
4Ó®Lym (#qßJn=÷ès?
$tB
tbqä9qà)s? wur $·7ãYã_
wÎ) ÌÎ/$tã @@Î6y
4Ó®Lym (#qè=Å¡tFøós?
4
bÎ)ur
LäêYä. #ÓyÌó£D ÷rr& 4n?tã @xÿy ÷rr& uä!$y_ Ótnr& Nä3YÏiB
z`ÏiB
ÅÝͬ!$tóø9$# ÷rr& ãLäêó¡yJ»s9
uä!$|¡ÏiY9$# öNn=sù (#rßÅgrB
[ä!$tB (#qßJ£JutFsù
#YÏè|¹ $Y7ÍhsÛ (#qßs|¡øB$$sù
öNä3Ïdqã_âqÎ/
öNä3Ï÷r&ur
3
¨bÎ) ©!$# tb%x.
#qàÿtã
#·qàÿxî ÇÍÌÈ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang
kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan
pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam Keadaan junub, terkecuali sekedar
berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir
atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian
kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci);
sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha
Pengampun.”
Pada
ayat ini sudah digunakan lā nāhiyah, suatu
bentuk larangan yang pada dasarnya menurut ulama uşūl menunjukkan hukum haram.
Akan tetapi, larangan tersebut tidak secara tegas menunjuk langsung pada Khamr,
sehingga seandainya tidak memperhatikan sabab nuzūl ayat, tentu akan
sulit menentukan bahwa ayat tersebut
diturunkan dalam rangka pengharaman minuman keras (Khamr).[13]
Dampak dari ayat ini umat Islam saat itu tidak lagi mengkonsumsi miuman keras (Khamr)
kecuali setelah melakukan salat isya’.[14]
Sebab larangan mabuk dari ayat tersebut hanya terbatas pada larangan salat
ketika mabuk, dalam arti dilarang konsumsi Khamr sebelum salat.
Tahap
keempat, surah al-Mā’idah ayat 90,
Setelah peristiwa
yang terjadi pada tahapan ketiga, terjadi kembali tragedi yang menyebabkan
turunnya ayat pengharaman khamr. Suatu ketika ‘Utbān bin Mālik mengundang para
sahabat untuk makan bersama – salah satu diantaranya adalah Sa’ad bin Abi Waqās
– dan telah disiapkan bagi mereka kepala onta panggang. Mereka pun makan dan
minum khamr hingga mabuk. Mereka merasa bangga dan diantaranya ada yang
bersyair dengan membanggakan kaumnya dan serta menghina kaum anshar. Kemudian
salah seorang pemuda anshar (yang merasa terhina) mengambil sebuah tulang dan
memukul kepala Sa’ad hingga terluka.[15]
Sa’adpun mengadukan kejadian tersebut kepada Rasalullah hingga turunlah ayat:
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#þqãYtB#uä
$yJ¯RÎ)
ãôJsø:$# çÅ£øyJø9$#ur Ü>$|ÁRF{$#ur ãN»s9øF{$#ur
Ó§ô_Í ô`ÏiB
È@yJtã Ç`»sÜø¤±9$# çnqç7Ï^tGô_$$sù
öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè?
ÇÒÉÈ
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya
(meminum) Khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar kamu mendapat keberuntungan.”
Secara
tegas Allah SWT. melarang secara mutlak mengkonsumsi khamr. Dengan ini dapat
disimpulkan, bahwa haram hukumnya minuman keras khamr, maisir (judi) dan
seterusnya.
Minuman
keras bukan saja haram dalam meminumnya, tetapi dalam menjual belikannya,
membuatnya, memerasnya, dan menghidangkannya pun hukumnya haram, sesuai dengan
Hadis Nabi Muhammad SAW.
لعن
الله الخمر و شاربها وساقيها وبائعها و مبتاعها وعاصرها ومعتصرها وحاملها،
والمحمولة اليه وأكل ثمنها (رواه أبوداود والحاكم عن ابن عمر)[16]
“Allah
mengutuk Khamr, orang yang
meminumnya, orang yang menyuguhkannya orang yang menjualnya, orang yang
membelinya, orang yang memerasnya, orang yang diperaskan padanya, orang yang
membawanya, orang yang dibawakan padanya, dan orang yang memakan harganya.”(
HR. Abu Dawud dan al-Hakim dari ibnu umar).
Setelah mencermati tahapan dan kronologi pelarangan khamr dapat diambil pelajaran bahwa
Islam sangatlah bijaksana. Ajaran Islam tidak serta merta mengharamkan tradisi yang telah lama
“mengakar” dalam suatu budaya. Islam melakukannya secara perlahan-lahan dengan
terlebih dahulu memaparkan bahaya yang dikandung oleh khamr.
Menurut Ali al-Shābunī,
seandainya khamr telah dilarang semenjak awal munculnya Islam, tentu mereka akan berkata: kami tidak akan meninggalkan khamr
selama-lamanya.[17]
Majelis
ulama Indonesia (MUI) telah memfatwakan pada tahun 1976, bahwa haram hukumnya
penyalahgunaan narkotik dan semacamnya, yang membawa kemudharatan yang mengakibatkan rusak mental
fisiknya seseorang serta terancam keamanan masyarakat dan ketahanan Nasional.[18]
Diantara
sejumlah bahaya mengkonsumsi khamr ialah sebagai berikut:
1) Apabila
keadaan si pemabuk sampai tingkat iskār (mabuk) dan keluar sama sekali
dari kesadarannya, maka hal ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang
menuntut agar seorang muslim harus selalu dalam keadaan sadar, agar dapat
selalu berhubungan dengan Allah. Ketidaksadaran itu bagaikan pelarian dari
kenyataan hidup, sedangkan dalam Islam kita tidak diperbolehkan lari dari
kenyataan hidup, kita diajarkan untuk selalu menghadapi kenyataan yang ada
dengan baik. Khamr mempengaruhi organ-organ ingatan pada otak. Maka orang yang
mabuk tidak dapat diterima kesaksiannya karena ia fasik, tidak dipercaya
pembicaraannya.
2) Orang
yang biasa minum khamr akan mengalami gangguan seperti melonggarnya pembuluh
darah yang dapat mengakibatkan penyakit tekanan darah tinggi. Tekanan darah
tinggi sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan lemah jantung, pecahnya
pembuluh darah dalam otak, atau pembuluh darah mata yang mengakibatkan kebutaan
atau hilangnya pendengaran.
3) Khamr
mempunyai pengaruh besar terhadap otot-otot jantung, sehingga lama-kelamaan
menyebabkan sesak nafas, lemahnya jantung, dan infeksi paru-paru serta hati.
4) Khamr/minuman
yang memabukkan menyebabkan pembuluh-pembuluh darah tidak seperti yang
semestinya (lunak atau elastis terhadap berbagai tekanan). Alkohol, misalnya
dapat menyebabkan pembuluh itu tegang, dan mengakibatkannya tersumbat dan darah
tidak bisa beredar seperti biasanya yang akibatnya adalah kematian.
5) Akibat
minuman keras itu sangat berbahaya terhadap hati (liver), sedangkan hati
manusia merupakan pabrik paling utama dalam tubuh yang bekerja untuk
membersihkan tubuh dari racun yang memasukinya melalui darah. Hati merupakan
gudang makanan yang didistribusikan ke seluruh tubuh sesuai dengan
kebutuhannya. Sedangkan Khamr atau berbagai macam minuman yang
mengandung alkohol merusak dinding hati dan berakibat melumpuhkan pekerjaan
hati, sehingga badannya tidak lagi mengeluarkan racun maupun yang lainnya.
Anggota badan lainnyapun terganggu karena pengaruh racun-racun itu dan
mengakibatkan kematian.
6) Pengaruh
khamr tidak dapat dihindarkan pula terhadap kehidupan seksual dan keturunan.
Hal ini terbukti dari hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh
para ahli terhadap manusia atau hewan yang disuntik dengan suntikan yang
mengandung alkohol. Akibatnya ialah, kalau ia mempunyai keturunan akan menjadi
keturunan yang lemah, kurang intelegensinya, cenderung pada kejahatan dan
perbuatan dosa. Pengaruh minuman tersebut, juga terlihat pada telinga, hidung,
dan tenggorokan.
7) Khamr
termasuk penyebab paling utama yang membawa pada penyakit lambung dan usus dua
belas jari, karena adanya zat asam dari alkohol itu yang merusak dinding
lambung. Oleh karena itu, seorang dokter akan selalu menasihati pasiennya agar
menjauhi minuman yang mengandung alkohol. Hal ini terbukti dari dengan adanya
sebagian besar orang yang menderita penyakit lambung dan usus dua belas jari di
negeri barat yang banyak meminum minuman keras tersebut.
8) Khamr
mempengaruhi moral hal ini sangat berbahaya, karena orang yang pemabuk menjadi
lemah, tidak berwibawa, dan lemah terhadap hawa nafsu. Orang yang sedang mabuk,
keluar dari tata krama dan sopan santun yang seharusnya dimiliki seseorang
muslim. Hal tersebut seperti terlihat dalam club malam dan tempat-tempat minum
dimana mereka menari-nari laki-laki dan perempuan tanpa ada rada malu, bahkan sampai
mengangkat baju dan sebagainya.[19]
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa khamr dapat merusak kesehatan,
menyebabkan timbulnya berbagai penyakit, seperti radang hati, gagal ginjal dan
lain-lain. Khamr merugikan diri sendiri dan orang-orang yang ada disekitar kita
merasa terganggu dan dirugikan. Khamr secara tidak langsung mengganggu kondisi
berpikir rasional dan mentalitas manusia karena melakukan penyelesaian masalah
dengan lari dari masalah dengan menghilangkan upaya berpikir sehat dan jernih.
Adapun maisir juga menimbulkan dampak candu, dengan menghilangkan upaya
berpikir jernih, logis disertai usaha dan perjuangan menghadapi
persoalan-persoalan dalam hidup. Karenanya, maisir berdampingan dan bahkan
berurutan dalam ayat yang menegaskan haramnya khamr. Dengan demikian maka khamr
dan maisir haram hokum untuk meminum dan melakukannya.
B. Kajian Alkohol dalam Minuman, Makanan, Obat-obatan
dan Alat-alat Kecantikan
Alkohol adalah
minuman yang mengandung etanol. Etanol adalah bahan psikoaktif dan konsumsinya
menyebabkan penurunan kesadaran. Alkohol merupakan Kim zat cair yang tidak
berwarna, mudah menguap dan terbakar, dipakai dalam bidang industri dan
pengobatan, merupakan unsur ramuan yang memabukkan, minuman keras, senyawa
karbon; C2H5OH. Khamar dan alkohol keduanya identik, namun sesungguhnya yang
dimaksud dengan khamar di dalam islam itu tidak selalu merujuk pada alkohol.
Tetapi jenis obat- obatan seperti psikotropika dan narkotika walaupun tidak
mengandung alcohol dikategorikan sebagai khamar yang hukumnya haram. Hal ini
dikarenakan khamar merupakan suatu minuman yang dapat mengacaukan akal sehat
seseorang yang meminumnya dan memiliki dampak buruk bagi kesehatan yang
mengkonsumsinya serta khamar merupakan jenis minuman yang mudharat atau
keburukannya jauh lebih banyak dibandingkan manfaat yang terkandung didalamnya.
Penggunaan etanol sebagai minuman atau untuk penyalahgunaan sudah dikenal luas.
Karena jumlah pemakaian etanol dalam minuman amat banyak, maka tidak
mengherankan keracunan akut maupun kronis akibat etanol sering terjadi.[20]
Alkohol di Dunia
Barat sudah menjadi lazim dan diterima dalam pergaulan sosial. Namun seringkali
digunakan berlebihan sehingga menjadi penyebab utama kecelakaan lalu lintas
yang fatal.[21]
Pada konsentrasi 1,0 -1,5 mg/ml darah, alkohol menimbulkan gejala euforia dan
tidak ada rasa segan, sehingga sering menyebabkan kecelakaan lalu lintas.[22]
Kadar alkohol dalam minuman beralkohol berbeda-beda,
berikut nama Minuman dan Kadar Alkoholnya:[23]
1. Bir
Putih, 1 – 5 %
2. Bir
Hitam, 15 %
3. Samsu,
20 %
4. Macam-Macam
Anggur, 15 %
5. Ryn
& Moezelijn, 10 %
6. Anggur
Malaga, 15-17 %
7. Tokayer,
15 %
8. Sherry,
20 %
9. Likeuren,
30-50 %
10. Anggur
Perancis, 9-11 %
11. Champagne,
10-12 %
12. Anggur
Spanyol, 15-20 %
13. Anggur
Hongaria, 15-20 %
14. Rhum
& Brandy, 40-70 %
15. Jenever,
40 %
16. Bols,
40 %
17. Hulskamp,
40 %
18. Whiskey,
30-40 %
19. Cognac,
30-40 %
20. Tuak
& Saguer, 11-15 %
21. Macam-Macam
Anggur Obat, 15-20 %
22. Shake,
10 %
Dalam dunia kimia, farmasi dan kedokteran, etanol banyak digunakan. Di antaranya :
1. Sebagai
pelarut. Sesudah air, alkohol merupakan pelarut yang paling bermanfaat dalam
farmasi. Digunakan sebagai pelarut utama untuk banyak senyawa organic; [24]
2. Sebagai
bakterisida (pembasmi bakteri). Etanol 60-80 % berkhasiat sebagai bakterisida
yang kuat dan cepat terhadap bakteri-bakteri. Penggunaannya adalah digosokkan
pada kulit lebih kurang 2 menit untuk mendapat efek maksimal. Tapi alkohol
tidak bisa memusnahkan spora;[25]
3. Sebagai
germisida alat-alat; [26]
4. Sebagai
pembersih kulit sebelum injeksi; [27]
Alkohol dalam bentuk khamr (minuman beralkohol) banyak dijumpai
sebagai campuran dalam makanan dan minuman. Hukum menggunakan alkohol sebagai
campuran makan dan minuman ini adalah haram, karena termasuk pemanfaatan benda
najis yang telah diharamkan oleh islam. Memanfaatkan benda najis adalah masalah
khilafiyah. Ada yang membolehkan dan ada yang melarang. Namun pendapat yang
rajih (kuat) adalah mengharamkan. Jika alkohol di qiyaskan pada khamr yang illat pengharamannya karena memabukkan,
maka kadar alkohol pada tingkat memabukkanlah yang diharamkan. Dalam hal ini sifat
dan zat benda/alkohol menjadi acuan pada proses diharamkan ataupun tidak.
Menurut
al-Shabuny, khamr adalah minuman yang terbuat dari perasan anggur dan lainnya.[28]
Mengartikan khamr dengan segala jenis minuman yang memabukkan adalah tepat
karena ‘illat pengharamannya adalah memabukkan dengan tidak melihat
bahan yang dijadikannya, sehingga segala yang memabukkan dari bahan apa saja,
masuk dalam kategori khamr dalam istilah syara’ dan hukumnya pun sama, yang
diperhatikan adalah pengaruh atau akibat yang ditimbulkannya, yaitu mabuk.[29]
Hal ini berdasarkan hadis Nabi saw yang diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Umar
:
كل
مسكر خمر وكل خمر حرام [30]
“Setiap
yang memabukkan itu khamr dan setiap khamr itu haram”.
Semua ulama telah sepakat bahwa khamar memabukkan dan
haram hukumnya, akan tetapi terdapat perbedaan dikalangan ulama tentang najis
tidaknya khamar sebagaimana lafads “rijs” yang diterangkan dalam QS Al-Maidah
ayat 90. Khamar itu najis menurut pendapat Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Abu
Hanifah, Imam Ahmad dan para ulama lainnya, sedangkan menurut Imam Rabi’ah dan
Imam Dawud azh-Zahiri menyatakan khamar tidak najis.
An-Nawawiy rahimahullah berkata
:
في هذه الأحاديث دلالة على جواز الانتباذ وجواز شرب النبيذ ما
دام حلواً لم يتغير ولم يغل وهذا جائز بإجماع الأمة، وأما سقيه الخادم بعد الثلاث
وصبه فلأنه لا يؤمن بعد الثلاث تغيره وكان النبي صلى الله عليه وسلم يتنزه عنه بعد
الثلاث. وقوله: (سقاه الخادم أو صبه) معناه تارة يسقيه الخادم وتارة يصبه وذلك
الاختلاف لإختلاف حال النبيذ، فإن كان لم يظهر فيه تغير ونحوه من مبادئ الإسكار
سقاه الخادم ولا يريقه لأنه مال تحرم إضاعته ويترك شربه تنزهاً، وإن كان قد ظهر
فيه شيء من مبادئ الإسكار والتغير أراقه لأنه إذا أسكر صار حراماً ونجساً فيراق
ولا يسقيه الخادم لأن المسكر لا يجوز سقيه الخادم كما لا يجوز شربه، وأما شربه صلى
الله عليه وسلم قبل الثلاث فكان حيث لا تغير ولا مبادئ تغير ولا شك أصلاً والله
أعلم
“Dalam hadits-hadits ini terdapat
petunjuk diperbolehkannya membuat dan meminum nabiidz (kurma/kismis yang
direndam dan difermentasikan) selama masih terasa manis, belum berubah, dan
belum menggelegak (berbuih). Hal ini diperbolehkan berdasarkan ijma’ umat.
Adapun memberikan minum kepada pembantu (khadiim) setelah tiga hari dan membuangnya
setelah tiga hari, karena beliau tidak merasa aman setelah tiga hari itu dari
berubahnya nabiidz tadi. Adalah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjauhi
nabiidz setelah masa tiga hari (dari pembuatan). Dan perkataannya (Ibnu
‘Abbaas) : ‘beliau memberikannya kepada pembantu beliau atau memerintahkannya
untuk dibuang’; maknanya adalah kadang beliau memberikan kepada pembantunya
kadang beliau memerintahkan untuk membuangnya. Perbedaan perbuatan beliau
shallallaahu ‘alaihi wa sallam tersebut karena perbedaan kondisi nabiidz.
Seandainya tidak ada perubahan yang mengindikasikan minuman tersebut
memabukkan, maka beliau memberikannya kepada pembantu beliau dan tidak
membuangnya, karena ia termasuk jenis harta yang diharamkan disia-siakan.
Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak meminumnya untuk menjaga diri.
Namun seandainya terjadi perubahan yang mengindikasikan minuman tersebut
memabukkan dan berubah (menjadi khamr), beliau membuangnya. Karena jika minuman
tersebut menyebabkan mabuk, jadilah ia haram dan najis. Beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam membuangnya dan tidak memberikannya kepada pembantunya (untuk
diminum). Minuman yang memabukkan yang tidak boleh diberikan kepada pembantu
sebagaimana tidak diperbolehkan meminumnya sendiri. Mengenai Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam meminumnya sebelum tiga hari, hal itu dikarenakan belum
berubah karakternya, tidak ada indikasi perubahan, dan tidak ada keraguan
(bahwa ia halal) secara asal. Wallaahu a’lam.[31]
Minuman
yang difermentasikan selama tidak berubah karakternya menjadi memabukkan, maka
ia boleh untuk diminum. Sebagaimana kita tahu, proses fermentasi itu akan
menghasilkan alkohol. Ringkas kata, selama kandungan alkohol dalam satu minuman
tidak mencapai kadar memabukkan, maka ia halal diminum. MUI menyatakan bahwa
yang masuk kategori minuman beralkohol adalah, Pertama: minuman
yang mengandung etanol dan senyawa lain diantaranya metanol, asetaldehida, dan
etilasetat yang dibuat secara fermentasi dengan rekayasa dari berbagai jenis
bahan baku nabati yang mengandung karbohidrat; kedua, minuman yang
mengandung etanol dan/atau metanol yang ditambahkan dengan sengaja. [32]
Adapun hukum dari Minuman beralkohol adalah najis
jika alkohol/etanolnya berasal dari khamr, dan minuman beralkohol adalah tidak
najis jika alkohol/ethanolnya berasal dari bukan khamr. Penggunaan
alkohol/etanol hasil industri non khamr (baik merupakan hasil sintesis kimiawi
[dari petrokimia] ataupun hasil industri fermentasi non khamr) untuk proses
produksi produk makanan, minuman, kosmetika, dan obat-obatan, hukumnya: mubah,
apabila secara medis tidak membahayakan. Penggunaan alkohol/etanol hasil
industri non khamr (baik merupakan hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia]
ataupun hasil industri fermentasi non khamr) untuk proses produksi produk makanan,
minuman, kosmetika dan obat-obatan, hukumnya: haram, apabila secara
medis membahayakan.[33]
Hal
yang dapat digarisbawahi dari alcohol ini ialah tidak selamanya minuman yang
mengandung alkohol itu disebut khamr dan haram hukumnya. Hal ini tergantung pada
kadar alcohol pada makanan, minuman dan kosmetik. Adapun untuk pengobatan maka
para ulama lebih banyak yang memperbolehkannya.
PENUTUP
Kesimpulan
Kajian ayat
ahkam terkait khamr dan maisir sangatlah luas. Memerlukan
pendalaman materi dan sekaligus mengkontruksi secara keilmuan ataupun ilmiah
bagaimana mengatasi persoalan-persoalan social-kemasyarakatan seputar keduanya.
Dalam hal ini dua hal yang dapat penulis garis bawahi:
1. Setidaknya
ada 4 tahap dalam proses pelarangan khamr dan maisir. Allah swt.
Tidak serta merta langsung melarang umat Islam untuk mengkonsumsinya. Proses
ini juga terbukti mampu untuk mengubah masyarakat Islam dalam meninggalkan khamr
dan maisir perlahan-lahan. Karena khamr pada masa itu
merupakan budaya Jahiliyyah yang melekat tidak saja melingkupi tradisi social
saja, namun juga sangat berpengaruh dari sector ekonomi masyarakat Arab.
Tahapan dalam proses pengharamannya memudahkan umat Islam dalam menyesuaikan
dengan kondisi psikis, mental, social dan ekonomi terkait khamr dan maisir.
2. Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non
khamr (baik merupakan hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia] ataupun hasil
industri fermentasi non khamr) untuk proses produksi produk makanan, minuman,
kosmetika, dan obat-obatan, hukumnya: mubah, apabila secara medis tidak
membahayakan. Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non khamr (baik
merupakan hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia] ataupun hasil industri
fermentasi non khamr) untuk proses produksi produk makanan, minuman, kosmetika
dan obat-obatan, hukumnya: haram, apabila secara medis membahayakan.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim
Ahmad Husain Ali Salim, Terapi
Al-Qur’an, (Jakarta: Lajnah Pentaşĥiĥ Muşĥaf Al-Qur’an, 2009)
Al-Shabuny, Rawai’
al-Bayan, Tafsir Ayat Al-Ahkam, (Bairut : Dar al-Fikr, t. th.). Jilid I
Ansel,
Howard C.. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. (Jakarta : UI
Press, 1989).
Depag RI, Kesehatan dalam Perspektif
Al-Qur’an, (Jakarta: Lajnah Pentashhihan Mushhaf Al-Qur’an, 2009)
Fathurrahman, Ahmad
Hotib, Budi Rasyadi (terj). “Tafsir
al-Qurthubi”, (pusaka Azzam: Jakarta, 2007)
Fatwa
MUI, Nomor 11 Tahun 2009 Tentang HUKUM ALKOHOL.
Muhammad
Ali al-Shabüni, Rawāi’ al-Bayan, (Bairut: Dar al-Fikr, tt.)
Huzaemah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah : Kajian Hukum Islam
Kontemporer, (Bandung : Penerit Angkasa, Kerjasama dengan UIN Jakarta
Press, 2005)
Imam Muslim, Shahih Muslim bi Syarh
al-Nawawy, (Mesir : Mathba’ah Mishriyah, t. th), Jilid XIII
Jalalludin Rahmat, Dahulukan Akhlak diatas Fiqih,
(Bandung, PT Mizan Publika 2012)
Jalāluddīn
al-Suyūtī, al-Jāmī’ al-Şaghīr (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, t.th.),
Jilid II
M. Ali al-Shabuni, Rawai’ al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam (tp:
Mekah al-Mukarramah, tt) juz.I, hlm. 270.
M. Ali al-Shabuni, Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam, Mu’ammal Hamidy
dan Imron A Manan (terj). (PT. Bina Ilmu: Surabaya, 2003) juz.1,
M. Quraish Shihab, Tafsir
al-Mişbāĥ, (Jakarta: Mizan, Jilid I)
MUI, Himpunan Fatwa
MUI (jakarta: Penerbit Erlangga, 2011)
Mustafa
KS, Alkohol Dalam Pandangan Islam dan Ahli-Ahli Kesehatan, (Bandung : PT
Alma’arif, 1983), hlm: 23
Mutscher,
Ernst. 1991. Dinamika Obat. Bandung : Penerbit ITB.
Q. Shaleh, “Asbabun Nuzul” (Diponegoro: Bandung, 2007)
Syaikh Salim B, Ensiklopedi Larangan,
(Niaga Swadaya, 2010)
Syekh Fauzi Muhammad, Hidangan Islami : Ulasan
Komprehensif berdasarkan Syari’at dan sains Modern, Terj. Abdul Hayyi
al-Kattanie, (Jakarta, Gemma Insani Press, 1997)
Tjay,
Tan Hoan & Kirana Rahardja. 1986. Obat-Obat Penting : Khasiat,
Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. (Edisi IV, 1986)
Kadar
M. Yusuf, Tafsir Ayat Ahkam, Tafsir Tematik ayat-ayat Hukum, (Jakarta,
Amzah 2011)
[1]
Kadar M. Yusuf, Tafsir Ayat Ahkam, Tafsir Tematik ayat-ayat Hukum, (Jakarta,
Amzah 2011), hlm. 171
[2] Syekh Fauzi Muhammad, Hidangan
Islami : Ulasan Komprehensif berdasarkan Syari’at dan sains Modern, Terj.
Abdul Hayyi al-Kattanie, (Jakarta, Gemma Insani Press, 1997) Hlm. 69
[3] Syekh Fauzi Muhammad, Hidangan
Islami : Ulasan Komprehensif berdasarkan Syari’at dan sains Modern, Terj.
Abdul Hayyi al-Kattanie, (Jakarta, Gemma Insani Press, 1997) Hlm. 69
[4] Ahmad Husain Ali Salim, Terapi
Al-Qur’an, (Jakarta: Lajnah Pentaşĥiĥ Muşĥaf Al-Qur’an, 2009), h. 287
[5] Departemen Agama RI, Kesehatan
dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Lajnah Pentaşĥiĥ Muşĥaf Al-Qur’an,
2009), h. 287
[6]
Jalalludin Rahmat, Dahulukan Akhlak diatas Fiqih, (Bandung, PT Mizan
Publika 2012) Hlm. 228.
[7] Syaikh Salim B, Ensiklopedi
Larangan, (Niaga Swadaya, 2010), hlm 177
[8] Fathurrahman, Ahmad Hotib, Budi Rasyadi (terj). “Tafsir al-Qurthubi”, (pusaka Azzam: Jakarta,
2007), hlm. 115-132.
[9] M. Ali
al-Shabuni, Rawai’ al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam (tp: Mekah
al-Mukarramah, tt) juz.I, hlm. 270.
[10] M. Ali al-Shabuni, Rawai’ al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam (tp:
Mekah al-Mukarramah, tt) juz.I, hlm. 274.
[11] Departemen Agama RI, ‘Kesehatan
dalam Perpektif Al-Qur’an’, hlm. 288
[13] Departemen Agama RI, Kesehatan
dalam Perpektif Al-Qur’an.., hlm. 288
[16]
Jalāluddīn al-Suyūtī, al-Jāmī’ al-Şaghīr (Beirut: Dar al-Kutub
al-‘Ilmiyah, t.th.), Jilid II, hlm.
123.
[17] M. Ali
al-Shabuni, Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam, Mu’ammal Hamidy dan Imron A
Manan (terj). (PT. Bina Ilmu: Surabaya, 2003) juz.1, hlm. 218.
[19] Depag RI, Kesehatan dalam
Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Lajnah Pentashhihan Mushhaf Al-Qur’an,
2009), hlm. 281-284.
[20] Mutscher, Ernst. 1991. Dinamika
Obat. Bandung : Penerbit ITB. Hlm. 750
[21] Tjay, Tan Hoan & Kirana
Rahardja. 1986. Obat-Obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek
Sampingnya. (Edisi IV, 1986) .hlm. 711
[22] Mutscher, Ernst.. Dinamika
Obat. (Bandung : Penerbit ITB, 1991). Hlm. 751
[23] Mustafa KS, Alkohol Dalam
Pandangan Islam dan Ahli-Ahli Kesehatan, (Bandung : PT Alma’arif, 1983),
hlm: 23
[24] Ansel, Howard C.. Pengantar
Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. (Jakarta : UI Press, 1989). Hlm ... 606
[25] Tjay, Tan Hoan & Kirana
Rahardja. Obat-Obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya
…. hlm. 612
[26] Ansel, Howard C.. Pengantar
Bentuk Sediaan Farmasi… Hlm. 537
[27] Ansel, Howard C.. Pengantar
Bentuk Sediaan Farmasi… Hlm. 537
[28] Al-Shabuny,
Rawai’ al-Bayan, Tafsir Ayat Al-Ahkam, (Bairut : Dar al-Fikr, t. th.).
Jilid I, h. 267
[29] Huzaemah Tahido Yanggo, Masail
Fiqhiyah., h. 72, 73.
[30] Imam Muslim, Shahih Muslim bi
Syarh al-Nawawy, (Mesir : Mathba’ah Mishriyah, t. th), Jilid XIII, h. 172.
[32] Fatwa MUI, Nomor 11 Tahun 2009
Tentang HUKUM ALKOHOL. Hlm: 694
[33] Fatwa MUI, Nomor 11 Tahun 2009
Tentang HUKUM ALKOHOL. Hlm: 695